BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Zakat merupakan salah satu kewajiban yang harus
dipenuhi umat muslim di berbagai belahanan dunia. Zakat adalah jumlah harta
yang tertentu yang wajib dikeluarkan oleh umat islam dan di berikan kepada yang
berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya)menurut ketentuan yang telah
ditetapkan oleh syara’.zakat merupakan rukun ketiga dari rukun islam.
Zakat dari prakteknya adalah kegiatan bagi-bagi
yang diwajibkan bagi umat islam.zakat berbeda dengan gratifikasi. Graitifikasi
adalah kegiatan bagi-bagi yang tidak diperkenankan oleh Negara atau ketentuan
pemerintah.
Zakat merupakan salah satu rukun islam, dan
menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat islam. Oleh sebab itu
hokum zakat adalah wajib atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat
tertentu.zakat termasuk dalam kategori ibadah sepeerti shalat, haji, dan puasa
yang telah diatur secara rinci berdasarkan alquran dan sunnah.
BAB II
PEMBAHASAN
1.pengertian
Berbeda dengan zakat profesi yang menarik zakat dari
penghasilan orang per-orang, zakat atas hasil yang didapat dari barang-barang
produktif ini berprinsip menarik zakat dari pemasukan ekonomis dari
barang-barang yang punya daya produksi
A.
Barang
Produktif
Yang dimaksud dengan hasil dari
barang produktif itu adalah barang-barang yang bisa memberikan pemasukan nilai
ekonomis bagi pemiliknya, baik dengan cara disewakan kepada pihak lain, atau
pun barang itu bisa memproduksi barang lain yang baru dan bisa dijual untuk
mendapatkan pemasukan ekonomisnya.
b. Mustaghallat
Di dalam literatur fiqih, istilah
barang-barang yang bisa memberikan nilai pemasukan ekonomis, tanpa harus menjualnya, sering disebut dengan
mustaghallat (المـستغلات).
Namun karena istilah mustaghallat
ini masih terdengar asing di telinga kita, Penulis cenderung untuk memberi
judul bab ini dengan zakat harta produktif.
Istilah mustaghallat sendiri adalah
bentuk jama’ muannats salim dari bentuk tunggalnya, mustaghal (مُسْتَغَلَّ).
Dan kata ini merupakan isim maf’ul yang terbentuk dari kata dasarnya berupa
fi’il madhi, istaghalla (اِسْتَغَلَّ). Dan istaghalla sendiri adalah bentuk
mazid (tambahan) dengan huruf alif, siin dan ta’ dari akar kata ghullah (غُلَّة).
Makna ghullah sendiri secara bahasa
adalah pemasukan atau penghasilan dari menyewakan rumah, atau upah kerja dari
budak yang disewakan, atau atas manfaat dari suatu lahan.
Dr. Yusuf Al-Qaradawi menyebutkan
bahwa harta mustaghallat ini bermakna harta yang tidak ada kewajiban zakat atas
nilainya, juga bukan karena mau diperjual-belikan, melainkan zakat yang
diwajibkan atas adanya manfaat yang memberikan pemasukan harta bagi pemiliknya,
baik dengan jalan disewakan maupun dijual hasilnya.
Dr. Abdu As-Sattar Abu Ghuddah
mendefinisikan zakat mustghallat ini sebagai setiap harta yang manfaatnya bisa
diperbaharui sedangkan ain-nya tetap, sehingga dapat memberikan pemasukan harta
bagi pemiliknya, misalnya dengan cara penyewaan.
Dr. Muhammad Abdu Al-Maqshud
mendefinisikan al-mustahgallat adalah harta yang berupa modal yang tidak
diperjual-belikan dan tidak dipergunakan untuk kepentingan pribadi, namun
diambil manfaatnya.
Dr. Muhammad Aqlah mendefinisikannya
sebagai harta yang tidak diperjual-belikan, juga tidak digunakan untuk
perdagangan, pemiliknya mengambil manfaatnya dan bukan ain-nya, dengan cara
menyewakannya atau cara-cara lainnya.
2. Dua Nilai Hasil Barang Produktif
Produktif
Setidaknya ada dua jenis nilai hasil
dari barang-barang yang bersifat produktif.
Pertama, ketika suatu barang punya
manfaat bagi orang lain, lalu barang itu disewakan untuk diambil manfaatnya,
dan untuk itu ada pemasukan secara ekonomis yang masuk ke kantung pemiliknya.
Mudahnya kita sebut saja penyewaan barang.
Kedua, ketika suatu barang mampu
memproduksi barang baru, lalu barang baru itu punya nilai ekonomis, dengan cara
dijual dan memberikan pemasukan ekonomis bagi pemiliknya. Mudahnya kita sebut
saja produksi barang.
1.Penyewaan
Zakat hasil dari barang produtif
yang pertama adalah zakat yang dikenakan atas penyewaan barang yang bisa
diambil manfaatnya, dan untuk itu ada pemasukan secara ekonomis yang masuk ke
kantung pemiliknya.
Ada banyak barang di masa sekarang
yang bisa disewakan manfaatnya kepada pihak lain, dan dari situ bisa didapat
pemasukan secara nilai ekonomis. Seperti penyewaan lahan, kendaraan, bangunan,
dan lainnya.
a.Tanah
Seseorang yang memiliki sebidang
tanah tapi dibiarkan tanah itu tidak produktif atau tidak memberikan pemasukan,
meski nilai tanah itu milyaran, tidak ada kewajiban zakatnya.
Namun manakala tanah itu disewakan,
atau dikontrak pihak lain, entah untuk kepentingan apa, yang penting ada
pemasukan dari penyewaan lahan itu, maka tanah itu dianggap sebagai harta
mustaghallat yang wajib dikeluarkan zakatnya dari uang sewa.
b.
Kendaraan
Seseorang yang memiliki sepeda motor
atau mobil, tentu tidak ada kewajiban untuk mengeluarkan zakatnya, lantaran
keduanya tidak memberikan pemasukan bagi pemiliknya.
Namun tatkala sepeda motor itu
disewa oleh tukang ojek misalnya, lalu tiap hari si tukang ojek itu menyerahkan
uang setoran, maka disitulah kemudian sepeda motor itu dikatakan telah
memberikan pemasukan.
Dan oleh karena itu, sepeda motor
itu berubah menjadi harta jenis mustaghallat, yang ada kewajiban bagi
pemiliknya untuk mengeluarkan zakat atas uang setoran itu.
Mobil pribadi yang kemudian
disewakan sebagai taksi gelap, juga termasuk harta mustaghallat yang ada
kewajiban zakatnya.
Dan hal yang sama juga berlaku pada
bus, truk, taxi, Bajaj, helicak, becak, delman, perahu, kapal laut, pesawat
terbang, dan seterusnya.
Pendeknya, manakala kendaraan itu disewakan dan memberikan pemasukan bagi pemiliknya, ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat atas uang sewa itu.
Pendeknya, manakala kendaraan itu disewakan dan memberikan pemasukan bagi pemiliknya, ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat atas uang sewa itu.
C. Bangunan
Di antara contoh yang paling mudah
dan paling banyak didapat untuk harta mustaghallat ini adalah bangunan, baik
berupa rumah, rumah kontrakan, kantor, ruang pertemuan, kamar hotel, kamar
kost, lapangan futsal dan seterusnya.
d. Peralatan
Di masa sekarang ini banyak sekali
jasa penyewaan alat-alat, mulai dari kebutuhan untuk menggelar sebuah
perhelatan, pernikahan, sampai kebutuhan untuk pembuatan produksi film dan
sebagainya. Sound system, kamera video, berbagai equipment untuk studio atau
rumah produksi, baik untuk film atau musik, dan beribu alat-alat lainnya, semua
bisa disewa tanpa harus memilikinya.Dan dari semua hasil penyewaan itu, jelas
ada uang masuk yang dari situlah ada kewajiban zakat.
2. Produksi
Jenis yang
kedua dari zakat atas hasil dari barang produktif adalah barang-barang atau
alat-alat yang mampu berproduksi menghasilkan suatu produk baru. Lalu
produk-produk baru yang dihasilkan itu bernilai ekonomis dan bisa dijual,
sehingga memberikan pemasukan ekonomis.
Maka dari
pemasukan dari menjual hasil produksi itulah, ditetapkan kewajiban zakat.
Dalam hal ini, ada dua jenis cara berproduksi dalam menghasilkan produk baru :
Dalam hal ini, ada dua jenis cara berproduksi dalam menghasilkan produk baru :
a.
Produksi
Secara Alami
Menurut para ulama yang mendukung
zakat ini, di antara contoh benda atau barang yang bisa berproduksi secara
alami adalah hewan dan tumbuhan yang dipelihara oleh peternak dan petani, di
luar zakat pertanian dan peternakan yang sudah dikenal dalam zakat klasik.
Dari jenis
hewan misalnya hewan-hewan yang mampu menghasilkan benda-benda yang bernilai
ekonomis, seperti sapi yang bisa menghasilkan susu, ayam yang bisa menghasilkan
telur, lebah yang bisa menghasilkan madu, biri-biri yang bisa menghasilkan wol,
walet yang bisa menghasilkan sarang, sampai semua jenis ternak hewan yang bisa
menghasilkan daging.
Dan dari jenis tumbuhan misalnya
perkebunan yang punya nilai jual dari hasil dengan cukup tinggi, seperti
perkebunan kelapa sawit, tembakau, cengkeh, kayu jati, serta berbagai macam
kebun buah-buahan, seperti mangga, durian, jeruk, apel, semangga, melon, buah
pir, buah naga, dan seterusnya.
b.Produksi Secara Mekanis
Sedangkan hasil dari barang hasil
produksi manual antara lain pabrik dan manufactur.
Pabrik adalah suatu bangunan
industri besar dimana para pekerja mengolah benda atau mengawasi
pemrosesan mesin dari satu produk menjadi produk lain, sehingga mendapatkan
nilai tambah.
Manufaktur adalah suatu cabang
industri yang mengaplikasikan peralatan dan suatu medium proses untuk
transformasi bahan mentah menjadi barang jadi untuk dijual. Upaya ini
melibatkan semua proses antara yang dibutuhkan untuk produksi dan integrasi
komponen-komponen suatu produk. Beberapa industri, seperti produsen
semikonduktor dan baja, juga menggunakan istilah fabrikasi atau pabrikasi.
Sektor manufaktur sangat erat terkait dengan rekayasa atau teknik.
Produksi secara mekanis ini bisa mencakup industri besar, seperti berbagai pabrik skala nasional dan internasional, namun juga industri tradisional atau home industry.
Produksi secara mekanis ini bisa mencakup industri besar, seperti berbagai pabrik skala nasional dan internasional, namun juga industri tradisional atau home industry.
C,Perbedaan Pendapat
Sebagaimana sudah disinggung di
muka, zakat atas hasil dari barang-barang produktif ini memang sejak tumbuhnya
sudah menjadi masalah yang kontroversial di kalangan ulama.
1. Penentang
a.Tidak Ada Nash Sharih Dari Quran dan
Sunnah
Mereka yang menentang keberadaan
zakat ini berhujjah dengan hujjah yang sulit dibantah, yaitu tidak ada nash
dari ayat-ayat Al-Quran atau pun dari sunnah Rasulullah SAW yang memerintahkan
zakat ini.
Padahal zakat adalah bagian dari
agama, dimana kita menjalankan agama ini berdasarkan petunjuk dari Allah. Apa
yang menjadi perintah Allah SWT, itulah yang menjadi kewajiban kita untuk
menjalankannya. Sebaliknya, apa yang tidak diperintahkan, tentu tidak ada
keharusan untuk melaksanakannya.
b. Tidak Ada Contoh Nyata Di Masa Lalu
Selain zakat ini tidak ada
perintahnya di dalam Al-Quran dan As-Sunnah, juga kita tidak menemukan contoh
kongkrit yang bisa dijadikan acuan dalam melaksanakannya. Tidak ada satu pun
contoh nyata yang bisa kita jadikan pedoman, setidaknya yang menginformasikan
tentang kewajiban zakat ini.
Kita tidak menemukan contoh
pelaksanaan zakat ini, baik di masa Rasulullah SAW, zaman para khulafa
ar-rasyidun, zaman dinasti Bani Umayah, Bani Abbasiyah dan Babi Utsmaniyah.
Artinya, sepanjang 14 abad berjalan, umat Islam tidak pernah melaksanakannya.
Lalu bagaimana mungkin tiba-tiba di masa sekarang ini, muncul zakat ini begitu
saja?
c. Tidak Terdapat di Dalam Literatur Kitab Fiqih
Kecuali kitab-kitab fiqih
kontemporer dan makalah-makalah dari ulama di masa sekarang, kita tidak akan
menemukan para ulama di zaman keemasan fiqih, tema zakat ini dibahas oleh para
ulama.
Padahal warisan kitab fiqih umat ini
sangat banyak, memenuhi berbagai perpustakaan di berbagai penjuru dunia Islam.
Namun sepi dari pembahasan tentang zakat yang satu ini.
Para ulama tidak pernah membahas
kajian tentang zakat in secara khusus dalam satu tertentu dalam kitab-kitab
fiqih mereka. Padahal seringkali satu masalah kecil dalam urusan hukum fiqih,
dibahas dengan menghabiskan berpuluh-puluh halaman, pembahasannya panjang dan
detail sekali.
Tetapi justru kita tidak temukan
kajian yang secara khusus membahasa zakat yang satu ini, kecuali sekedar
informasi sekilas bahwa si fulan begini dan begitu. Tanpa menyebutkan lebih
jauh bagaimana rincian ijtihad mereka.
d. Aturannya Rancu dan Penuh Kontradiksi
Para penentang zakat ini juga
berhujjah dengan hujjah yang cukup sulit dijawab, yaitu katakanlah kita
menerima adanya zakat ini, lantas bagaimana aturan, ketentuan dan tata caranya?
Tentunya tidak ada yang baku. Dan
semua terbukti dengan terjadinya perdebatan seru antara sesama pendukung zakat
ini. Setidaknya, ketika mereka berbeda pendapat tentang mau dibawa kemana zakat
ini, apakah akan mengacu kepada ketentuan dari zakat emas, atau zakat barang
perdagangan, atau kah mau merujuk kepada zakat pertanian?
Kerancuan ini malah menjadi bukti
bahwa pada dasarnya zakat ini kurang punya landasan syar’i, menurut para penentangnya.
2. Pendukung
Tentu saja para pendukung zakat ini
tidak tinggal diam, ketika mereka dihantam dengan berbagai macam argumentasi
yang cukup bikin tidak berkutik. Dengan segala daya dan upaya, mereka berusaha
untuk menjawab dan mematahkan argumentasi lawan mereka.
a.Nash Tetap Namun Realitas Berubah
Argumentasi mereka dalam menjawab
tuduhan zakat ini tidak punya landasan ayat Quran dan sunnah, dijawab dengan sebuah
jawaban sederhaha.
Jawabannya bahwa ayat-aayt Al-Quran
dan sunnah nabawiyah tidak perlu menjelaskan secara detail ketentuan zakat.
Cukup bisa garis besarnya saja, adapun detailnya, serahkan saja kepada itihad
para ulama, yang lebih mengerti realitas masyarakat.
Misalnya, ketika Rasulullah SAW
mengeluarkan zakat fithr dengan kurma, para ulama sepakat bahwa kurma itu bukan
syarat sah zakat. Di negeri selain Madinah atau di luar Arab, ketika suatu
masyarakat punya makanan pokok yang bukan kurma, maka silahkan saja mereka
mengeluarkan zakat fithr dengan makanan pokok masing-masing.
Bangsa
Indonesia, Malaysia, Brunai, Thailand dan lainnya, yang makanan pokoknya nasi,
silahkan mengeluarkan zakat berupa
beras. Bangsa Eropa yang makanan pokoknya roti, silahkan mengeluarkan zakat
fithr dengan gandum. Bangsa Amerika yang makanan pokoknya jagung atau kentang,
silahkan berzakat dengan jagung atau kentang.
Walau pun tidak ada satu pun
perintah dalam Al-Quran atau pun As-Sunnah yang membolehkan berzakat dengan
beras, jagung, kentang, tetapi para ulama melihat realitas itu dan membolehkan
kita berzakat dengan makanan yang tidak pernah disebutkan Al-Quran atau pun
As-Sunnah.
b.
Fleksibilitas
Fiqih dan Pintu Ijtihad Yang Terbuka
Selain itu, para ulama pendukung zakat ini juga berhujjah dengan prinsip bahwa hukum Islam itu fleksible, luwes dan mudah menyesuaikan diri dengan realitas zaman yang terus berubah dari masa ke masa. Justru karena fleksible itulah maka hukum-hukum syariah tetap bisa diterapkan di segala peradaban dan era.
Di sisi lain, para ulama sepakat bahwa pintu ijtihad
tidak pernah tertutup, khususnya untuk zaman yang terus berubah. Menutup pintu
ijtihad sama saja meruntuhkan bangunan Islam seluruhnya.
c.
Asas
Keseimbangan
Salah satu pemikiran yang mendasari
ijtihad para ulama hari ini untuk menetapkan zakat ini adalah azas keadilan. Namun
dengan tidak keluar dari mainframe zakat itu sendiri yang filosofinya adalah
menyisihkan harta orang kaya untuk orang miskin.
Ketentuan zakat pertanian yang
terdapat dalam fiqih klasik, sangat terbatas, misalnya hanya pada jenis makanan
pokok, seperti petani padi. Sebagai ilustrasi, bila seorang petani menanam
jenis tanaman selain padi, sudah tidak terkena zakat, meski pun hasil panennya
secara nominal jauh lebih besar dari bila dia menanam padi. Misalnya lahannya
itu ditanami kelapa sawit, apel, durian, salak dan sebagainya, tentu dia akan
lebih besar mendapatkan penghasilan.
Oleh karena itu para ulama dengan
pertimbangan rasa keadilan, maka menetapkan adanya zakat ini. Sehingga meski
bukan termasuk jenis tanaman yang wajib dizakati, namun bila hasil panennya itu
bernilai jual secara ekonomis, tetap terkena zakat, meski bukan lewat jalur
zakat pertanian, tetap zakat barang yang bernilai produktif.
Demikian juga dalam kasus hewan
ternak, kalau hanya mengacu kepada zakat klasif dalam mawasyi, yang terkena
zakat hanya terbatas pada tiga jenis hewan saja, yaitu kambing, sapi dan unta.
Sementara peternak ayam, baik pedaging atau petelur, meski jumlahnya ribuan
ekor, sama sekali tidak terkena zakat. Peternak burung walet pun tidak terkena
zakat, sebagaimana peternak lebah madu, perikanan dan seterusnya.
Demikian juga dengan orang-orang
kaya yang punya aset berlimpah, seperti mobil, rumah dan lainnya. Secara hukum
fiqih klasik, semua jenis harta itu tidak ada kewajiban zakatnya.
Begitu juga dengan orang yang
memiliki banyak aset yang disewakan, seperti pemilik hotel, resort, peternak
ayam,Zaman
berubah namun prinsip zakat tidak berubah. Yang berubah adalah realitas di
masyarakat. Tapi intinya orang kaya menyisihkan uangnya untuk orang miskin. Dan
itu adalah intisari zakat.
d. Perbedaan Ketentuan
Sejak awal sudah disampaikan bahwa
zakat ini bersifat kontemporer dan sekaligus juga kontroversi. Artinya, bukan
hanya ada sebagian ulama yang tidak setuju dengan keberadaan zakat ini, namun
sesama ulama yang setuju dengan zakat ini di dalamnya masih terjadi perbedaan
dalam menetapkan ketentuan dan tata cara aturan pengeluaran zakatnya.
Sebagian ulama ada yang
menyandarkannya kepada zakat emas, sebagian lagi menyandarkan kepada zakat
perdagangan, serta yang lainnya lagi menyandarkan kepada zakat pertanian. Dan
masing-masing punya sisi kesamaan sekaligus perbedaan.
1. Berdasarkan Zakat Emas
Sebagian ulama yang mendukung zakat
ini berpendapat bahwa aturan penghitungan zakatnya disesuaikan dengan zakat
emas.
Zakat atas kepemilikan emas
dikeluarkan tiap tahun, terhitung sejak setahun atau satu haul ketika jumlah
emas yang dimiliki melebihi 85 gram.
Maka ketentuan dalam zakat ini
adalah bila jumlah pemasukan atau keuntungan dari hasil penyewaan atau
penjualan hasil produksi telah mencapai nilai seharga 85 gram emas.
Kelemahan pendapat ini terdapat pada
syarat haul, yang harus dilewati terlebih dahulu dalam zakat emas. Sedangkan
zakat dari hasil menyewakan atau menjual hasil produk barang, tidak perlu
disimpan terlebih dahulu selama satu tahun. Karena bila demikian, tidak ada
bedanya dengan zakat uang tunai atau zakat emas.
2. Berdasarkan Zakat Perdagangan
Sebagian ulama lain yang juga
mendukung zakat hasil produksi ini berpendapat bahwa zakat ini lebih dekat
dengan zakat barang-barang perdagangan, atau zakat ‘urudhut-tijarah.
Dalam ketentuannya, zakat barang
perdagangan dikeluarkan setiap tahun (satu haul), apabila nilai barang yang
diperdagangkan itu telah melebihi nilai emas 85 gram.
Kelemahan pendapat ini kalau
dikritisi terletak pada masalah syarat haul yang tidak terpenuhi. Sebagaimana
kita ketahui bahwa dalam zakat perdagangan, telah ditetapkan bahwa zakat tidak
dikeluarkan kecuali setelah dimiliki terlebih dahulu selama satu haul.
Sedangkan zakat dari sewa atau jual
hasil produksi ini dalam kenyataannya tidak menunggu satu haul. Setiap kali
uang sewa didapat, saat itu juga ada harus dikeluarkan zakatnya.
Dan kalau harus menunggu uang sewa
itu terkumpul dan dimiliki sampai satu tahun dulu, tentu jadi tidak ada dengan
zakat uang tunai atau zakat emas.
Pada pendukung zakat ini tentu tidak
akan menerima kalau harus disyaratan ada masa kepemilikan selama satu tahun
sebagai syarat.
3. Berdasarkan Zakat Pertanian
Namun umumnya ulama menyebutkan
bahwa yang paling mendekati adalah bila zakat ini dinisbatkan kepada zakat
pertanian. Sebab ada begitu banyak kesamaannya dibandingkan perbedaannya.
Di antara kesamaan zakat ini dengan
zakat pertanian adalah sama-sama tidak perlu menunggu waktu satu tahun (satu
haul) ketika mengeluarkan zakat. Dalam zakat hasil pertanian, begitu petani
memetik hasil panen, langsung dikeluarkan zakatnya. Maka demikian juga dengan
zakat barang produktif ini, begitu menerima hasil uang sewa atau uang penjualan,
segera dikeluarkan zakatnya.
Namun kelemahan zakat ini adalah
dalam masalah besaran yang harus dikeluarkan. Seharusnya kalau mengacu kepada
zakat pertanian, prosentase harta yang dizakatnya adalah 5% atau 10%. Namun
para ulama umumnya lebih cenderung untuk menggunakan zakat emas atau zakat
barang perdagangan, dalam menetapkan besaran kewajiban yang harus dibayarkan.
e.Teknis Yang Paling Sering Digunaka
Maka kalau kita cermati secara lebih
jauh, teknis dan bentuk zakat atas penghasilan dri harta produktif ini adalah
pencampuran antara ketiga zakat di atas. Sehingga hasilnya kurang lebih
demikian :
1.Nishab
Nishab zakat ini umumnya oleh para
ulama disebutkan mengikuti nishab zakat pertanian, yaitu seharga 520 kg beras
tiap panen. Bila harga 1 kg besar Rp. 2.500, maka 520 kg x Rp. 2.500,-.
Hasilnya adalah Rp. 1.300.000,-.
Para ulama berpendapat bahwa nishab
zakat ini adalah jumlah penghasilan bersih selama setahun, meski pemasukan itu
terjadi tiap waktu. Bila nilai total memasukan bersih setelah dikurangi dengan
biaya operasional melebihi Rp. 1.300.000,-, wajib dikeluarkan zakatnya.
2.Tanpa Haul
Berdasarkan perbedaan penghitungan
nishab oleh para ulama, maka waktu pembayarannnya pun dibedakan.Bila menganut
pendapat pertama, maka zakatnya dikeluarkan saat menerima setoran. Dan bila
menganut pendapat kedua, maka memayar zakatnya tiap satu tahun atau haul, yaitu
hitungan tahun dalam sistem hijriyah.
3.Dikurangi Modal dan Biaya Produksi
Yang dikeluarkan zakatnya adalah
hasil pemasukan dari hasil barang produktif, setelah dikurangi dengan kebutuhan
pokok. Ini adalah salah satu pendapat yang cocok diterapkan kepada mereka yang
pemasukannya relatif kecil.
Jadi pengeluaran zakatnya bukan
pemasukan kotor, tetapi setelah dikurangi dengan pengeluaran kebutuhan
pokoknya.
Namun ada juga pendapat yang
mengatakan bahwa yang harus dikeluarkan zakatnya adalah pemasukan kotornya.
Pendapat ini agaknya lebih cocok bagi pemilik barang bernilai produktif yang
besar dan mendatangkan keuntungan berlimpah sehingga pemiliknya hidup
berkecukupan.
4. Yang Dizakati Adalah Hasilnay
Bukan Modal nya
Yang wajib dikeluarkan zakatnya
bukan dari nilai investasi itu, tetapi pemasukan hasil dari investasi itu.
Bila berbentuk rumah kontrakan, maka
uang sewa kontrakan. Bila kendaraan yang disewakan, maka uang sewanya. Bila
pabrik dan industri, maka nilai produknya. Bila saham, maka nilai pertambahannya
atau keuntungannya.
Karena itu pengeluaran zakatnya
bukan dihitung berdasarkan perputaran tahun, tetapi berdasarkan pemasukan
hasil. Kapan menerima uang masuk, maka dikeluarkan zakatnya.
5. Besaran
Yang Harus Dizakatkan
Para ulama berbeda pendapat tentang
besaran zakat ini. Sebagian menyebutkan 2,5 %, namun juga ada yang mengatakan
5% hingga 10 %, dari nilai total pemasukan.
H. Contoh
H. Contoh
Untuk memudahkan pembaca dalam
menangkap pesan dari tulisan ini, berikut penulis buatkan beberapa contoh kasus
yang terkait dengan zakat ini :
1. Sewa
Lahan Parkir
Tanah yang kosong menganggur, meski
luas dan bernilai jual yang tinggi, tidak ada kewajiban zakatnya. Namun bila
dari tanah itu bisa disewakan atau dihasilkan suatu pemasukan yang bernilai
ekonomis, maka barulah ada kewajiban zakat atasnya. Contohnya adalah tanah kosong yang
disewa pihak lain untuk dimanfaatkan sebagai lahan parkir.
Kurangnya lahan parkir di kota besar seperti
Jakarta, menyebabkan orang banyak mencarinya untuk dimanfaatkan sekedar menitipkan
kendaraan, alias parkir.Maka bila ada penghasilan dari sewa lahan untuk parkir
ini, ada kewajiban untuk membayar zakat.
2. Usaha
Taksi
PT. Alam Prima memiliki 1000 armada
taxi. Uang setoran bersih tiap taxi setelah dipotong biaya perawatan dan
lain-lain adalah Rp. 100.000,- perhari. Separo dari armadanya masih berstatus
hutang kredit. Sehingga uang setoran untuk ke-500 armada itu digunakan untuk
mencicil pembayaran.
Maka dalam sehari pemasukan bersihnya adalah Rp. 100.000.000,- dikurangi Rp. 50.000.000 = Rp. 50.000.000,-.
Maka dalam sehari pemasukan bersihnya adalah Rp. 100.000.000,- dikurangi Rp. 50.000.000 = Rp. 50.000.000,-.
Zakat yang harus dikeluarkan adalah
5 % x Rp. 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,- perhari. Dalam setahun akan terkumpul
dana zakat dari PT Alam Prima uang zakat sebesar 365 x Rp. 2.500.000,- = Rp.
912.500.000,-.
Jumlah yang lumayan besar ini tentu
sangat berarti untuk mengentaskan kemiskinan umat Islam. Seandainya semua
perusahaan taxi milik umat Islam menerapkan zakat dalam perusahaannya, banyak
hal yang bisa dikerjakan.
3. Rumah Kontrakan
Pak Haji Qodir punya rumah kontrakan
petak 8 pintu di daerah Ciganjur. Harga kontrakan tiap pintu adalah Rp.
150.000,-. Jadi setiap bulan beliau menerima total uang kontrakan sebesar 8 x Rp.
150.000 = Rp. 1.200.000,-.
Namun ini adalah pemasukan kotor.
Sedangkan kehidupan Pak Haji Qodir ini semata-mata menggantungkan dari hasil
kontrakan. Beliau punya tanggungan nafkah keluarga yang kebutuhan pokoknya
rata-rata tiap bulan Rp. 1.000.000,-. Jadi yang tersisa dari pemasukan hanya
Rp. 200.000,-. Bila dikumpulkan dalam setahun, maka akan didapat Rp. Rp.
2.400.000,- dari pemasukan bersihnya. Angka ini sudah melewati nishab zakat
investasi yang besarnya Rp. 1.300.000,-.
Karena itu zakat yang harus
dikeluarkan adalah 5 % dari pemasukan bersih. Jadi besarnya zakat yang
dikeluarkannya adalah dari setiap pemasukan bersih tiap bulan 5 % x Rp. 200.000
= Rp. 20.000,-.
Angka ini tidak terasa memberatkan
bagi seorang Haji Qodir yang bukan termasuk investor kaya.
4. Ternak Ayam
Hewan ternak yang kena zakat secara
ketentuan ilmu fiqih yang baku hanya terbatas pada tiga jenis hewan, yaitu
kambing, sapi dan unta. Selebihnya, tidak terkena kewajiban zakat. Maka lewat
jenis zakat yang satu ini, pemasukan seseorang dari beternak hewan lain, tetap
bisa terkena kewajiban membayar zakat.Misalnya,seseorang memelihara 1000-an ekor
ayam petelur. Bila dalam sehari bisa mendapatkan 800 butir telur ayam, maka
5. Kebun Kelapa Sawit
Bapak Adi memanen kelapa sawit
seluas 4 hektar sekitar 25.000 kg. Dalam hal ini berarti panennya lebih dari
nishab. Asumsi harga kelapa sawit sebesar Rp 2.000per kg. Maka 25.000 kg x Rp
2.000 = Rp 50.000.000.
Adapun zakat yang mesti dikeluarkannya ialah Rp 50.000.000 x 5% = Rp 2.500.000.
Adapun zakat yang mesti dikeluarkannya ialah Rp 50.000.000 x 5% = Rp 2.500.000.
BAB III
Daptar
pustaka
Al-Qurtubi, 1993. Tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Beirut: Daar el-kutub Ilmiyah, ,
Qutub .Sayyid, 1977.Fi Zhilalil Qur’an, (Beirut: Daar el-Surq,)
No comments:
Post a Comment