Wednesday, 20 June 2018

PROBLEMATIKA YANG MUNCUL TERKAIT DENGAN PERSOALAN ZAKAT

BAB 1
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Zakat adalah salah satu dari rukun Islam yang lima, dan merupakan kewajiban setiap muslim. Dalam masalah zakat banyak sekali dalil al-Qur’an dan hadits yang menjelaskan bahwa pada hakekatnya manusia memiliki kecenderungan mencintai hartanya secara berlebihan, terkadang banyak yang nampak dalam pandangan manusia hanyalah keuntungan dan kenikmatannya saja, tanpa memandang aspek kepayahan dan kerugian. Sebagai sumber hukum yang utama, Al-Qur’an memuat pernyataan yang bersifat global, pernyataan-pernyataan tersebut belum dijelaskan secara jelas dan pasti.
Kebijakan Islam dalam bidang harta seperti pensyariatan zakat memiliki makna psiko sosial yang mampu melahirkan sikap tidak merasa lebih tinggi derajatnya dari orang lain, menumbuhkan persaudaraan antar sesama, mengurangi kecenderungan cemburu sosial, melahirkan sifat gotong-royong dan setia kawan. Karena sesungguhnya keberuntungan yang diperoleh adalah hasil dari interaksi sosial.
 Dengan demikian, ajaran Islam tentang zakat itu memiliki potensi dan aspirasi perdamaian, ketenteraman, dan kesejahteraan yang berkeadilan sehingga problematika kemiskinan dan kepincangan sosial akan dapat teratasi jika umat Islam menerapkan konsep zakat. Problem rendahnya adalah pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang zakat khususnya masyarakat pedesaan menjadikan zakat tidak terkelola dengan baik, sehingga tujuan disyariatkannya zakat tidak tercapai. Praktek penyaluran zakat yang salah sasaran mengakibatkan zakat yang seharusnya diberikan kepada orang-orang yang berhak, akan jatuh kepada orang-orang yang menurut hukum islam tidak berhak  menerima zakat.


B.Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penulisan dirumuskan sebagai berikut:
1.  Bagaimana deskripsi Problematika yang muncul?
2.  Bagaimana deskripsi Terkait dengan persoalan zakat?
3. Bagaimana deskripsi Problematika yang muncul terkait dengan persoalan   zakat?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan penulisan
Ingin mengetahui deskripsi Problematika yang muncul terkait dengan persoalan zakat
2.  Manfaat Penulisan
a. Secara teoritis penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap khazanah ilmu pendidikan Islam terutama di bidang Fiqih zakat.
b. Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam penulisan karya tulis selanjutnya.
D. Batasan Masalah
Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan penulis dan agar pembahasan lebih mendalam, dalam penulisan makalah ini penulis akan membatasi pembahasan mengenai “ problematika yang muncul terkait dengan persoalan zakat “.



BAB II
PEMBAHASAN
A. Problematika yang Muncul
Pengertian Problematika
Problematika berarti “masalah atau persoalan”. Biasanya problematika selalu di hubungkan dengan persoalan-persoalan yang muncul di kehidupan sehari-hari. Dengan demikian menurut saya, problematika disini adalah suatu masalah atau persoalan yang menimbulkan pendapat-pendapat yang sesuai akal atau rasio. Perbedaan pendapat dikalangan para ulama mujtahid adalah merupakan hal yang biasa, untuk itu janganlah kita bertengkar atau berselisih karena hal tersebut.
B.Terkait dengan Persoalan Zakat
1. PEMBAHASAN TENTANG ZAKAT
a.Pengertian Zakat
Zakat adalah salah satu rukun Islam yang ketiga. Zakat ada yang mengartikan “tumbuh dan bertambah”. Juga bisa berarti jujur, istiqomah, berkah, bersih, suci, subur dan maju.Zakat juga merupakan shodaqah wajib pada harta dengan syarat-syarat tertentu, diperuntukkan kepada kelompok tertentu, dan pada waktu tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya.[1]
b. Sejarah Diwajibkanya Zakat
Di dalam Islam, terdapat dua zakat yaitu zakat mal dan zakat an-Nafs (zakat Fitrah). Adapun Zakat Mal, awal difardhukannya yaitu sebelum rasul berhijrah ke Madinah atau ketika rasul masih berada di Mekkah. Syara’ hanya menyuruh untuk mngeluarkan zakat. Dan itu berjalan sampai tahun ke-2 hijriah, dan penerima zakat ketika itu hanya khusus kepada fakir dan miskin saja.
Pada tahun kedua hijriah (623 M), barulah Syara’ menentukan harta-harta yang dizakatkan, serta kadarnya masing-masing. Oleh karena itu, ada sebagian ulama yang menyatakan bahwa zakat difardhukan pada tahun ke-2 hijriah, serta penerimanya masih 2 golongan saja, yaitu fakir dan miskin.
Sedangkan zakat an-Nafs atau yang lebih dikenal dengan zakat fitrah, itu mulai di wajibkan pada bulan Sya’ban tahun ke-2 hijriah[2], ketika Nabi mengumumkan dihadapan para sahabat tentang beberapa kewajiban Islam. Dan diantara kewajiban itu ialah difardhukannya Zakat Fitrah /zakat an-Nafs. Dasar hukum diwajibkannya zakat fitrah yakni dalam surah At-Taubah ayat 103 :
õè{ô`ÏBöNÏlÎ;ºuqøBr&Zps%y|¹öNèdãÎdgsÜè?NÍkŽÏj.tè?ur$pkÍ5Èe@|¹uröNÎgøn=tæ(¨bÎ)y7s?4qn=|¹Ö`s3yöNçl°;3ª!$#urììÏJyíOŠÎ=tæÇÊÉÌÈ
Artinya:”Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’akan untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (QS. At-Taubah:103).
c.Faedah dan Tujuan Zakat
a. Zakat merupakan ketaatan kepada Allah Swt. sebelum segala sesuatu,
b. Zakat membantu kaum fakir dan miskin,
c. Zakat mensucikan manusia dari sifat bakhil dan mengajarkannya sifat derma,
d. Menghilangkan sifat kikir pada pemilik harta,
e. sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial.[3]


d.Harta Yang Wajib Dizakati
1. Emas dan perak ( mata uang ),
2. Barang-barang niaga,
3. Hewan ternak,
4. Biji-bijian dan buah-buahan yang dapat dijadikan makanan pokok,
5. Barang tambang dan Rikaz.[4]
e.Syarat Wajib Zakat
Syarat-syarat harta yang akan dikeluarkan sebagai zakat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.  Beragama Islam, harta itu haruslah milik orang yang beragama Islam,
1. Milik Penuh, yakni harta tersebut merupakan milik penuh individu yang akan mengeluarkan zakat.
2. Berkembang, yakni harta tersebut memiliki potensi untuk berkembang bila diusahakan.
3. Mencapai nishab, yakni batas minimal harta  telah mencapai ukuran/jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan, yang menentukan dikenai zakat atau tidaknya. Harta yang tidak mencapai nishab tidak wajib dizakatkan.
4. Lebih dari kebutuhan pokok, orang yang berzakat hendaklah kebutuhan minimal/pokok untuk hidupnya terpenuhi terlebih dahulu
5. Bebas dari hutang, bila individu memiliki hutang yang bila dikonversikan ke harta yang dizakatkan mengakibatkan tidak terpenuhinya nishab, dan akan dibayar pada waktu yang sama maka harta tersebut bebas dari kewajiban zakat.
6. Berlalu satu tahun ( haul), kepemilikan harta tersebut telah mencapai satu tahun. Hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak memiliki syarat haul.
f. Golongan yang Berhak Menerima Zakat
*$yJ¯RÎ)àM»s%y¢Á9$#Ïä!#ts)àÿù=Ï9ÈûüÅ3»|¡yJø9$#urtû,Î#ÏJ»yèø9$#ur$pköŽn=tæÏpxÿ©9xsßJø9$#uröNåkæ5qè=è%ÎûurÉ>$s%Ìh9$#tûüÏB̍»tóø9$#urÎûurÈ@Î6y«!$#Èûøó$#urÈ@Î6¡¡9$#(ZpŸÒƒÌsùšÆÏiB«!$#3ª!$#uríOŠÎ=tæÒOÅ6ymÇÏÉÈ
60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dilunakkan hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Golongan orang yang berhak menerima zakat Ialah:
1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas oleh sulthon untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5. Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6. Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7. Pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
2. MACAM-MACAM ZAKAT
a. ( Zakat Nafs / jiwa)  Zakat Fitrah
Adalah zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap orang Islam mardeka, baligh berakal, budak, baik laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa pada bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri. Ketentuan jumlah yang harus dikeluarkan untuk zakat fitrah tidak berubah-ubah karna sudah dibatasi hukum syar’i yaitu satu sha’ yakni 2.4 kg atau 2.5 kg [5] Sesuai dengan hadits Nabi saw :
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - زَكَاةَ الْفِطْرِ, صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ: عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ, وَالذَّكَرِ, وَالْأُنْثَى, وَالصَّغِيرِ, وَالْكَبِيرِ, مِنَ الْمُسْلِمِينَ, وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ    رواه البخا ري ومسلم
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha' kurma atau satu sha' gandum, atas budak dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan, anak kecil dan orang besar dari kalangan orang Islam. Dan beliau memerintahkan agar ditunaikan sebelum orang-orang pergi menunaikan shalat " (HR. Bukhari dan Muslim).


Para ulama fuqoha’ sependapat bahwa kewajiban membayar zakat fitrah mulai terbenam matahari atau malam hari raya atau akhir bulan Ramadhan. Menurut mazhab Syafi’i pembayaran zakat fitrah dianjurkan tidak diakhirkan hingga setelah sholat i’d[6]. Imam malik berpendapat zakat fitrah diwajibkan karena terbitnya fajar pada hari raya idul fitri.[7]
b.Zakat Maal (harta)
Menurut bahasa, harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpanya.Zakat Mal adalah zakat yang dikenakan atas harta yang dimiliki oleh individu atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan secara hukum (syara’). Sesuatu dapat dikatakan maal (harta) apabila memenuhi dua syarat yaitu:
1.  dapat dimiliki, disimpan, dihimpun dan dikuasai,
2. dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Contohnya rumah, mobil, ternak dll.
C. Problematika yang Muncul Terkait Persoalan Zakat
Perlu kita ketahui banyak masalah-masalah yang muncul terkait dengan persoalan zakat, dikarenakan bentuk-bentuk profesi yang beraneka ragam di zaman yang modern seperti sekarang ini misalnyaZakat Fitrah dengan harganya(uang) atau dibayarkan dengan uang dan problematika pada zakat profesi.
1. Problematika Pada Zakat Fitrah                   
Di kalangan ulama ahli Fiqih terdapat perbedaan pendapat mengenai boleh tidaknya mengeluarkan zakat dengan harga (uang) sebagai dari ganti nilai harga zakat yang harus di keluarkan. Imam Safi’i dan Imam Maliki berpendapat Tidak boleh mengeluarkan zakat dengan harganya(uang),sedangkan Imam Hanafi  Boleh boleh saja.
Muncul Perbedaan pendapat mengenai boleh tidaknya mengeluarkan zakat  fitrah dengan harganya(uang) ini di karenakan adanya perbedaan dalam memahami pengertian zakat menurut syara’, apakah zakat itu merupakan ibadah seperti sholat dan puasa atau merupakan suatu hak bagi orang-orang miskin.[8]Bagi ulama yang memahami bahwa zakat itu merupakan ibadah, maka tidak boleh mengeluarkannya kecuali sesuai dengan yang di perintahkan oleh Allah dan Rasulnya. Pendapat ini di anut oleh Imam Safi’i,Maliki,dan Hanbali.
Menurut Imam yang tiga (Safi’i,Maliki,Hanbali), tidak di perkenankan mengeluarkan zakat dengan harganya(uang) baik zakat fitrah maupun zakat lainnya.[9]
Imam Ahmad bin Hanbal pernah di tanya tentang mengeluarkan beberapa dirham untuk zakat fitrah. Ia menjawab aku khawatir tidak di perkenankan,karena bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW. Di konfirmasikan kepadanya: ”Bukan orang-orang berkata bahwaUmar bin Abdul Aziz telah mengambil harga zakat?”. Ia Berkata:”Mereka meninggalkan ucapan Rasulullah Saw. Dan mengambil pendapat seseorang”, Ibn Umar berkata: Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan, sebanyak satu sha’(2,5 kg)   gandum atas tiap-tiap muslim merdeka, hamba sahayalaki laki atau perempuan.(HR.Bukhari Muslim).dan Allah juga berfirman:
$pkšr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#þqãYtB#uä(#qãèÏÛr&©!$#(#qãèÏÛr&urtAqß§9$#Í<'ré&ur͐öDF{$#óOä3ZÏB(bÎ*sù÷Läêôãt»uZs?Îû&äóÓx«çnrŠãsùn<Î)«!$#ÉAqß§9$#urbÎ)÷LäêYä.tbqãZÏB÷sè?«!$$Î/ÏQöquø9$#ur̍ÅzFy$#4y7Ï9ºsŒ×Žöyzß`|¡ômr&ur¸xƒÍrù's?ÇÎÒÈ
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Keterangan tersebut menegaskan bahwa Ibnu Umar berpendapat tidak boleh mengeluarkan zakat dengan harga(uang).Menurutnya,cara itu di anggap bertentangan dengan sunah Rasulullah SAW.Pendapat ini di pegangi oleh Imam Malik dan Imam Safi’i. [10]
Dalam hal ini,Ibn Hazm juga berpendapat bahwa menyerahkan harga (uang) itu sama sekali tidak di perbolehkan, karena hal itu berbeda dengan apa yang pernah  di wajibkan oleh Rasulullah saw.Adapun ulama yang berpendapat bahwa zakat itu adalah merupakan hak bagi orang-orang miskin berpendapat bahwa mengeluarkan zakat fitrah dengan harga(uang) itu boleh boleh saja. Pendapat ini di anut oleh Imam al Thauri,Imam Abu Hanifah dan ashabnya.Pendapat ini merujuk pada perbuatan yang pernah di lakukan oleh Umar bin Abdul Aziz dan Hasan Basri.
Abu Shahibah meriwayatkan dari Aun,ia berkata: “aku telah mendengar surat Umar bin Abdul Aziz yang di bacakan pada Gubernur Basrah bahwa(zakatnya) di ambil dari pegawai kantor, masing masing setengah dirham”. Imam Hasan berkata:”Tidak mengapa di keluarkan beberapa dirham untuk zakat Fitrah”. Abu Ishaq berkata: ”Aku mendapatkan orang-orang membayar zakat fitrahnya pada bulan Ramadhan beberapa dirham seharga makanannya.
Beberapa alasan yang mendukung pendapat bolehnya mengeluarkan zakat fitrah dengan harga (uang) adalah sebagai berikut:
Pertama,dari Ibn Umar Rasulullah Saw bersabda :
Mereka berdalil dengan hadits Ibnu Umar:
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِوَقَالَ:أَغْنُوهُمْ فِي هَذَا الْيَوْمِ
"Rasulullah shallallahu ‘laihi wassalam mewajibkan zakat fitri dan bersabda, ‘Cukupkan mereka (fakir miskin) pada hari itu’." (HR. Daruqutni dan Baihaqi).
Mencukupkan orang miskin pada hari raya itubisa saja dengan uang atau bisa langsung berupa makanan. Akan tetapi kadang kala pemberian mereka berupa uang itu bisalebih penting, lebih utama atau lebih diperlukan. Kalau berupa makanan yang lebih banyak, bisa jadi akan mereka jual juga, ketika mereka akan butuh  yang lain, tetapi  bila yang di berikan pada mereka itu berupa uang, bisa di gunakan apa saja sesuai dengan apa yang mereka perlukan, seperti pakaian, peralatan rumah tangga  dan lain sebagainya.
Kedua: menurut Ibn Munddhir bahwa kebolehan mengeluarkan harga(uang) itu sudah di tunjukkan sejak dulu, Yaitu para sahabat memperbolehkan mengeluarkan setengah sha’ gandum karena dianggap sama nilainya dengan satu sha’kurma atau satu sha’ sha’ir. Oleh karena itu Muawiyah berkata: saya melihat bahwa dua mud gandum Syam senilai dengan satu sha’ kurma.
Ketiga: Pemberian dengan harganya (dalam bentuk uang) itu lebih mudah di zaman kita sekarang ini, terutama di kawasan industri yang sebagian besar orangnya bermu’amalah dengan uang. Tentang Rasulullah Saw. dulu mewajibkan zakat fitrah dengan makanan, halitu di mungkinkan karena beberapa hal :
Pada saat itu bangsa Arab jarang-jarang ada mata uang, sehingga dengan memberi makanan itu akan lebih memudahkan orang banyak. Nilai mata uang itu bisa berubah sewaktu waktu dari masa ke masa. Sehingga bila di tetapkan dalam jumlah uang mungkin akan kesulitan bagi orang orang sesudah nya di mana nilai mata uang sudah berubah. Hal ini berbeda dengan penentuan berupa makanan dengan satu sha’ makanan yang secara pasti sudah bisa mengenyangkan orang. Oleh karena itu wajar bila nabi SAW mewajibkan zakat fitrah dengan makanan satu sha’ gandum.[11]
Muncul perbedaan pendapat mengenai boleh tidaknyamengeluarkan zakat fitrah denagan harga(uang) di karenakan adanya perbedaan dalam memahami apakah zakat itu merupakan ibadah seperti sholat dan puasa? atau merupakan suatu hak bagi orang-orang miskin. Mereka juga berpendapat di dalam memahami maksud nash (teks hadist) dan tujuan pertintah zakat itu sendiri. Bagi ulama yang berpegang pada nash apa adanya, dimana nabi SAW pernah memerintahkan zakat fitrah dengan makanan satu sha’ berupa kurma atau sha’ir (HR.Bukhori dan Muslim), maka pelaksanaanya harus di lakukan dengan menyerahkan makanan  tersebut tidak boleh dengan yang lain. Perintah ini di nilai sebagai perintah yang ta’abudi, harus dilaksanakan sebagaimana mestinya sebagai ibadah yang tak boleh di tawar-tawar. Pendapat ini di anut oleh mayoritas ulama seperti Imam Maliki,Safi’i,dan Hanbali.
Sementara Ulama yang lain seperti Imam Hanafi dan al-Thauri berpendapat bahwa nash hadist tersebut hanya sebagai ukuran makanan yang mengenyangkan. Sehingga tujuan di perintahkan zakat fitrah itu sebenarnya lebih mengarah kepada bagaimana agar para fakir miskin itu dapat kenyang dan terhibur pada suasana hari raya ‘idul Fitri. Oleh karena itu, pembayaran zakat fitrah tidak harus berupa makanan seperti kurma/shair, gandum atau makanan pokok yang lain, tetapi apa saja yang bisa membuat fakir miskin menjadi kenyang dan terhibur. Dalam hal ini menyerahkan zakat fitrah dengan uang bisa lebih maslahah bagi orang-orang miskin, karena pemanfaatanya bisa lebih leluasa. Menurut Ali Tantawi, yang menjadi patokan adalah apa yang menjadi maslahah bagi kaum fakir miskin.
Tentang mana yang lebih utama dalam pembayaran zakat fitrah,apakah dengan makanan pokok atau uang, Yusuf Qardawi memberikan pilihan bahwa hal itu tergantung  kemanfaatan bagi fakir miskn. Jika pemberian makanan itu memang lebih  bermanfaat bagi mereka, maka menyerahkan makanan  itu lebih utama, seperti pada masa paceklik dan kelaparan, dimana pada saat itu susah mencari bahan makanan,pakaian dan lain-lain maka dengan uang akan lebih utama.
Begitulah pendapat para ulama, ada yang bertahan pada nash apa adanya, yaitu memandang wajib menyerahkan zakatnya dengan makanan pokok,tetapi ada juga yang lebih mempertimbangkan aspek makanan pokok,tetapi ada juga yang lebih mempertimbangkan aspekmanfaat bagi fakir miskin yang akan menerimanya. Hal ini bisa dibayarkan dengan makanan atau berupa uang. Oleh karena itu, perbedaan pendapat tersebut janganlah kita permasalahkan sehingga sampai membuat kita bertengkar atau berselisih, yang harus kita permasalahkan itu adalah orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Diantara para ulama ada yang berpendapat bahwa dalam membayar zakat fitrah sebaiknya dilihat kondisi fakir miskin setempat. Jika mereka memang lebih membutuhkan makanan, seperti beras dan lain-lainnya sebagaimana yang tersebut dalam hadits, sebaiknya orang yang berzakat mengeluarkan zakatnya berupa makanan. Akan tetapi, jika mereka lebih membutuhkan uang, sebaiknya membayar zakat dengan uang, karena hal tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat dan sesuai dengan tujuan diturunkannya syariah.
2. Problematika Pada Zakat Profesi
Ada anggapan bahwa zakat Profesi bertentangan dengan Zakat Maal (Harta).Oleh karena itu ditinjau dari dalil yang syar’I maka istilah zakat profesi bertentangan dengan apa yang pernah dicontohkan oleh Rasululloh saw, dimana antara lain adalah :[12]
1. Penolakan akan adanya haul. Haul yaitu bahwa zakat itu dikeluarkan apabila harta telah berlalu (kita miliki) selama 1 tahun. Padahal telah datang sejumlah hadits yang menerangkan tentang haul. Namun hadits-hadits ini dilemahkan menurut pandangan SyaikhYusuf Qardhawi dengan alasan-alasan yang lemah (tidak kuat alasan pendha’ifannya). Karena hadits itu memiliki beberapa jalan dan syawahid.
Oleh karena penolakan ini, maka menurut Syaikh Yusuf Qardhawi, apabila seseorang menerima gaji (rejeki) melebihi nisab (batasan) zakat, maka wajib dikeluarkan zakatnya.
2. Dari penolakan haul ini (karena dianggap bahwa tidak ada haul), maka Syaikh Yusuf Qardhawi mengkiyaskan dengan zakat biji-bijian atau pertanian. Zakat biji-bijian atau pertanian dikeluarkan pada saat setelah panen.
Ada yang beranggapan bahwa hal ini merupakan pengqiyasan yang salah. Karena qiyas dilakukan karena beberapa sebab salah satunya apabila tidak ada dalil yang menerangkan hukumnya. Padahal (sebagaimana yang telah disampaikan secara singkat), terdapat sejumlah hadits dan atsar para sahabat(dalil-dalil) yang menjelaskan mengenai haul.
Kemudian jikapun benar dapat diqiyaskan dengan biji-bijian (pertanian), maka kita harus konsekuen dengan kebiasaan yang umum berlaku dalam masalah panen biji-bijian :
a. Dimana hasil biji-bijian baru dipanen setelah berjalan 2-3 bulan, berarti zakat profesi juga semestinya dipungut dengan jangka waktu antara 2-3 bulan, tidak setiap bulan !
b. Dimana hasil biji-bijian akan dikenakan zakat 5 %, maka seharusnya zakat profesi juga harus dikenakan sebesar 5 %, tidak dipungut 2.5 % !
3. Penolakan dengan akal (bukan dengan dalil). Bahwa kenapa hanya petani-petani yang dikeluarkan zakatnya sedangkan para dokter, eksekutif, karyawan yang gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah melebihi nisab, tidak diambil zakatnya.
Hujjah (alasan) ini tidak ilmiah sama sekali dan tidak ada artinya. Karena dalam masalah ibadah, kita harus mengikuti dalil yang jelas dan shahih. Dengan demikian tidak perlu dibantah (karena Allah memiliki hikmah tersendiri dari hukum-hukum-Nya seperti berfikir dengan akal bahwa “kenapa warisan untuk wanita lebih rendah?”, “mengapa air seni yang najis hanya disucikan dengan air bersih, sedangkan air mani yang suci harus disucikan dengan mandijanabah?”, “mengapa orang yang mencuri harus dipotong tangannya sebatas lengan, sedangkan orang yang muhson (telah menikah) harus dirajam bukannya dipotong alat kemaluannya?”, dan masih banyak lagi hal yang tidak bisa hanya mengandalkan akal kita yang terbatas untuk mengkaji hikmah ilmu dan kemulian Allah Azza wa Jalla.
Hal ini, ketika sampai di Indonesia, ada sebagian orang yang berlebihan dalam menghitungnya. Misalkan 1 bulan gaji 1 Juta, maka 12 bulan gaji 12 Juta. Maka ini telah sampai nisab, lalu dihitung berapa zakat yang harus dikeluarkan.Hal ini adalah salah karena tidak ada haul. Selain itu, kita tidak mengetahui masa yang akan datang kalau dia dipecat, atau rezekinya berubah. Atau kita balik bertanya, mengapa pertanyaannya hanya petani, apakah jika petani membayar zakat, lantas pekerja profesitidak bayar zakat ? Padahal mereka tetap diwajibkan membayar zakat, dengan ketentuan dan syarat yang berlaku.
4. Syaikh Yusuf Qardhawi mengemukakan dalam suatu zaman Umar bin Abdul Aziz bahwa sebagian pegawai diambil gajinya 2,5% sebagai zakat.
Hal ini merupakan salah paham terhadap dalil atau atsar. Karena yang diambil itu harta yang diperkirakan sudah mencapai 1 haul. Yakni pegawai yang sudah bekerja (paling tidak) lebih dari 1 tahun. Lalu agar mempermudah urusan zakatnya, maka dipotonglah gajinya 2,5%. Jadi tetap mengacu kepada harta yang sudah melampaui mencapai nishob dan telah haul 1 tahun saja dari gaji pegawai tersebut.
Kemudian jika dilontarkan suatu syubhat : “Bagaimana bisa mencapai batas nishab jika gaji yang kita peroleh selalu habis kita belanjakan untuk kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan yang sifatnya konsumtif seperti barang elektronik dan lain-lain?”
Hukum syar’I tetaplah hukum yang berlaku sepanjang zaman, yakni zakat harta harus tetap memenuhi syarat nishab. Bila gaji itu dibelanjakan, dan sisanya tidak memenuhi nishab, maka harta itu belum wajib dikeluarkan zakatnya. sebagaimana hadis: “Kamu tidak memiliki kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar dan harta itu telah menjalani satu putaran haul” (Shahih, HR. Abu Dawud).
Lantas kapan zakatnya bila sisa gaji itu tidak pernah mencapai nishab?Jawabnya: Tidak wajib zakat pada harta yang tidak cukup nishab. Nasehatnya adalah, bila kita merasa mampu berzakat dengan sisa uang gaji yang sedikit, maka hendaknya disalurkan dengan bentuk shadaqoh (yang sunnah).
Alangkah beratnya agama ini bagi orang lain yang sama kondisi ekonominya dengan kita namun dia memiliki banyak keperluan yang harus dia belanjakan untuk keluarganya, bila zakat harta itu tidak memperhitungkan kewajiban nishab.Biarlah kita yang masih gemar berinfaq ini, menyalurkannya dengan bentuk shadaqoh yang sunat terhadap harta yang belum mencapai nishab tersebut. Tapi jangan sekali-kali mengubah hukum dari yang tidak wajib menjadi wajib, karena ini akan memberatkan kaum musliminsecara umum.
Bila seseorang itu memiliki harta dia boleh :
1. membelanjakan dijalan yang halal untuk keluarganya,
2. atau Mengusahakan harta itu dengan permodalan (misalnya mudharabah dll)
3. atau Mengeluarkan zakat bila telah terpenuhi syarat-syaratnya
4. atau Menabungnya bila belum terpenuhi syarat-syaratnya, agar kemudian bisa dikeluarkan zakatnya
5. atau dia shadaqohkan/berinfaq (sunnah hukumnya).
Fatwa-fatwa Seputar Permasalahan Zakat Profesi
Berkaitan tentang zakat gaji pegawai. Apakah zakat itu wajib ketika gaji diterima atau ketika sudah berlangsung haul(satu tahun) ?Jawab : Bukanlah hal yg meragukan, bahwa diantara jenis harta yang wajib dizakati ialah dua mata uang (emas dan perak). Dan diantara syaratwajibnya zakat pada jenis-jenis harta semacam itu, ialah bila sudahsempurna mencapai haul. Atas dasar ini, uang yang diperoleh darigaji pegawai yang mencapai nishab, baik dari jumlah gaji itu sendiriataupun dari hasil gabungan uangnya yang lain, sementara sudahmemenuhi haul, maka wajib untuk dizakatkan.
Zakat gaji ini tidak bisa diqiyaskan dengan zakat hasil bumi. Sebab persyaratan haul (satu tahun) tentang wajibnya zakat bagi dua mata uangmerupakan persyaratan yg sudah jelas berdasarkan nash. Apabila sudahada nash, maka tidak ada lagi qiyas. Berdasarkan itu, makatidaklah wajib zakat bagi uang dari gaji pegawai sebelum memenuhi haul.
Apabila seorang muslim menjadi pegawai atau pekerja yg mendapat gaji bulanan tertentu, tetapi ia tidak mempunyai sumber penghasilan lain.Kemudian dalam keperluan nafkahnya untuk beberapa bulan, kadangmenghabiskan gaji bulanannya. Sedangkan pada beberapa bulan lainnyakadang masih tersisa sedikit yg tersimpan untuk keperluan mendadak(tak terduga). Bagaimana cara orang ini membayarkan zakatnya ?
Jawab : Seorang muslim yg dapat terkumpul padannya sejumlah uang dari gaji bulanannya ataupun dari sumber lain, bisa berzakat selama sudahmemenuhi haul, bila uang yang terkumpul padanya mencapai nishab. Baik(jumlah nishab tersebut berasal) dari gaji itu sendiri, ataupunketika digabungkan dengan uang lain, atau dengan barang dagangan miliknyayang wajib dizakati.
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan bahwa zakat barang tambang yang wajib dizakatkan adalah emas dan perak, sedangkan tanaman yang wajib zakat adalah gandum, sya’ir, kurma, dan zabib, dan tidak ada satupun Riwayat dari Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bahwa harta penghasilan adalah harta wajib zakat. Jadi tidak ada dalil yang menerangkannya. Hitunglah berapa penghasilan kita dalam satu tahun lantas dikurangi pengeluaran itulah harta yang tersisa dalam dalam satu tahun, bandingkan dengan nishab emas 85 gram, bila sama atau melebihinya maka wajib zakat, jika tidak maka tidak perlu zakat, namun dengan bershadaqah juga dapat membersihkan harta. Wallahu a’lam.

BABIII
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Problematika adalah suatu masalah atau persoalan yang menimbulkan pendapat-pendapat yang sesuai akal atau rasio.Zakat adalah salah satu rukun Islam yang kelima. Zakat ada yang mengartikan “tumbuh dan bertambah”. Juga bisa berarti berkah, bersih, suci, subur dan berkembang maju, digunakan kata ‘tazakki dengan arti menyucikan dan dapat berarti menyuburkan dan mengembangkan karena mendapat barokah dari Allah. Zakat merupakan shodaqah wajib pada harta dengan syarat-syarat tertentu, diperuntukkan kepada kelompok tertentu, dan pada waktu tertentu.
Muncul Perbedaan pendapat mengenai boleh tidaknya mengeluarkan zakat  fitrah dengan harganya (uang) ini di karenakan adanya perbedaan dalam memahami apakah zakat itu merupakan ibadah atau merupakan suatu hak bagi orang orang miskin. Menurut pendapat Imam Safi’i dan Imam Maliki Tidak boleh mengeluarkan zakat dengan harganya(uang),sedangkan Imam Hanafi boleh boleh saja.Perbedaan pendapat dikalangan ulama fuqoha’ merupakan hal yang biasa, untuk itu jangan sampai kita umat Islam berkelahi dengan hal demikian.
B.  SARAN
Bahwa zakat adalah merupakan kewajiban bagi setiap orang muslim untuk wajib dikeluarkan, dengan mengeluarkan zakat ini dapat mensucikan diri kita dari hal-hal yang tidak baik yang terjadi pada diri kita,. Tapi banyak banyak perbedaan di kalangan para ulama mengenai boleh tidaknya mengeluarkan zakat dengan uang. Mengenai perbedaan ini sudah kami bahas dan kami jelaskan di makalah ini. Kami menyadari dalam makalah kami ini masih banyak kekurangan dan kesalahan dan kami berharap bahwa makalah ini untuk ada yang melanjutkan dan membahasnya kembali.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardhawi Yusuf. ( 2002 ). Fatwa fatwa Kontemporer. Jakarta : Gema Insani Press.
Az-Zuhaili Wahbah. ( 2011 ). Fiqih Islami Wa Adillatuhu. Jakarta : Gema Insani.
Sabiq Sayyid. ( 2009 ). Fiqih Sunnah. Jakarta Pusat : P.T. Pena Pundi Aksara.
Hertina. ( 2013 ). Problematika Zakat Profesi dalam Produk Hukum di Indonesia. Pekanbaru : Suska Press.
Ibnu Qudamah. ( 1987 ). AlMughni,vol.4. Kairo :Hajr.
Sulaiman Rasjid, ( 1994 ). Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo.
Ma’mun Mansyur,dkk. ( 2006 ).Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan. Jakarta : Rajawali Pers.
Moh. Rifa’i. ( 1978 ). Ilmu Fiqih Islam. Semarang : cv. Toha Putra.
Ibnu Rusyd. ( 1990 ).  Bidayatul  Mujtahid.Semarang : cv. Asy-Syifa’.



[1]Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam( Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994), hlm. 192.
[2]Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah ( Jakarta : P.T. Pena Pundi Aksara, 2009 ), hlm. 159
[3] Mansyur Ma’mun,dkk. Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan,( Jakarta : Rajawali Pers,2006), hlm. 15.
[4] Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam ( Semarang : cv. Toha Putra, 1978 ), hlm. 349.
[5]Yusuf al-Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer ( Jakarta : Gema Insani, 1995 ), hlm. 433.

[6]Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu ( Jakarta : Gema Insani, 2011 ), hlm. 351.
[7] Ibnu Rusyd, Bidayatul  Mujtahid ( Semarang : cv. Asy-Syifa’, 1990 ), hlm. 583.
[8] Ibid.,
[9]Yusuf Qardhawi,Fiqh al zakah dirasah Muqaranah Li ahkamiha wafalsafatiha fi Dau’i Al Qur’an wa al sunah,vol.2 (Bayrut : Muassasah al Risalah,1991),hal.948.
[10]Ibnu Qudamah,Al-Mughni,vol.4(Kairo : Hajr,1987), hal.295.
[11]  Al-Qardhawi,Fiqih alzakah,vol.2 hal.494.
[12] Hertina, Problematika Zakat Profesi dalam Produk Hukum di Indonesia,  pekanbaru suska press. Hlm. 55

No comments:

Post a Comment