BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam
mengajarkan, adabeberapa bentuk kewajiban yang disebut dengan istilah ibadah.
Zakat dikaitkan dengan harta yang dimiliki seseorang tergolong ke dalam
kewajiban yang disebut dengan istilah ibadah maliyah (ibadah harta).[1]
Dalam ekonomi Islam ada lima instrumen yang strategis dan sangat
berpengaruhpada tingkah laku ekonomi manusia serta pembangunan ekonomi, jaminan
sosial dan peran negara.[2]
Zakat, di samping membina hubungan dengan Allah, juga
akan menjembatani dan mendekatkan hubungan kasih sayang antara sesama manusia
dan mewujudkan kata-kata bahwa Islam itu bersaudara, saling membantu dan
tolong-menolong: yang kuat menolong yang lemah dan yang kaya membantu yang
miskin.[3]
Zakat adalah satu rukun yang
bercorak sosial-ekonomi dari lima rukun Islam. Dengan zakat, di samping ikrar
tauhid syahadat dan salat, seseorang barulah sah masuk kedalam barisan umat
Islam dan diakui keislamannya.
bÎ*sù(#qç/$s?(#qãB$s%r&urno4qn=¢Á9$#(#âqs?#uäurno4q2¨9$#öNä3çRºuq÷zÎ*sùÎûÇ`Ïe$!$#3
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apakah
madu itu di zakatkan?
2. Bagaimana
cara zakat madu tersebut?
3. Bagaimana
pemikiran zakat madu imam yusuf qordani?
4. Apakah
ada perbedaan pendapat tentang zakat madu?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Apakah madu itu di zakatkan?
Zakat
merupakan ibadah maliyah ijtima’iyah (ibadah yang berkaitan dengan
ekonomi keuangan dan kemasyarakatan). Dalam al-Qur’an hanya di sebutkan secara
eksplisit tujuh jenis harta benda yang wajib di zakati (nishab) dan
jatuh tempo zakatnya, yakni: emas, perak, hasil tanaman dan buah-buahan, barang
dagangan, ternak, hasil tambang, dan barang temuan (rikaz). Tetapi hal
ini tidak berarti, bahwaselain tijuh jenis harta benda tersebut di atas tidak
wajib di zakati. Misalnya mata uang, sertifikat, saham,obligasi, dan
surat-surat berharga lainnya juga wajib di zakati dengan dalil qiyas (analogi
reasoning), diqiyas-kan dengan emas dan perak, sebab pada hakikatnya
mata uang dan surat-surat berharga itu tidak lain sebagai pengganti emas dan
perak.[4]
Menurut
konsep fiqih zakat, rumusan mengenai zakat adalah hasil ijtihad
manusia. Di dalam A-Qur’an hanya disebutkan pokok-pokoknya, kemudian di
jelaskan oleh hadis Nabi. Penjabaran tentang hal tersebut tercantum dalam
kitab-kitab fiqih klasik, tetapi
tampaknya tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman pada saat ini. Rumusan fiqih
zakat diajarkan pada lembaga-lembaga
pendidikan Islam di Indonesia hampir seluruhnya hasil ijtihad para alhi
beberapa abad yang lalu, yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi masa itu.
Rumusan tersebut banyak tidak sesuai lagi untuk di pergunakan mengatur zakat
dalam masyarakat modern sekarang ini.[5]
Madu
merupakan salah satu pemberian Allah SWT kepada para hambanya yang banyak
mengandung zat-zat makanan, obat-obatan dan sari buah. Mengenai hal ini Allah
SWT membahas secara khusus dalam surah yaitu surah an-Nahl ‘Lebah’ yang oleh sebagian ulama
salaf di sebut juga susat an-Na’am.[6]
Zaman
sekarang ini, sudah banyak orang yang mempunyai produksi madu yang dihasilkan
dari lebah, baik madu tersebut di perdagangkan atau tidak. Madu yang di
perdagangkan sudah jelas bahwa madu tersebut wajib dizakati dengan zakat
perdagangan. Namun ketika madu tersebut tidak di perdagangkan, masih banyak
yang belum mengetahui apakah madu tersebut wajib zakatnya atau tidak.
Para
ulama terdapat perbedaan pendapat dalam hal zakat madu. Sebagian berpendapat
wajib dizakati dan sebagian pula yang berpendapat tidak wajib dizakati. Ulama
yang berpendapat tidak wajib dikeluarkan zakatnya diantaranya Imam Syafi’i
dengan alasan tidak adanya ijma’ ulama tentang zakat madu dan ulama yang
berpendapat madu wajib dizakati diantaranya Yusuf Qardawi.
Salah
satu dari harta kekayaan yaitu madu yang dihasilkan oleh lebah. Sudah banyak
orang yang mempunyai sarang lebah yang menghasilkan madu. Namun, dalam
Al-Qur’an tidak semua dijelaskan apa saja yang termasuk harta kekayaan, syarat
dikeluarkan zakat dan beberapa nishab yang harus dizakatkan. Hal ini dilihat
dalam sunnah Nabi berfungsi menjelaskan Al-Qur’an yang masih global.
Memang
dalam Al-Qur’an sudah disebutkan beberapa jenis kekayaan yang dikeluarkan
zakatnya sebagai hak Allah SWT[7]
Budidaya
madu sebagai suatu upaya peternakan lebah, agar mendapatkan madu untuk
dikonsumsi sendiri atau untuk dikomersasikan. Maka upaya ini harus di sertai
dengan keterampilan, modal yang memandi, serta lokasi yang menunjangnya
sehingga mendatangkan hasil yang memuaskan.[8]
Madu merupakan salah satu sumber pendapatan masyarakat untuk mengangkat tarif
hidupnya agar menjadi lebih baik.
Upaya
manusia untuk mendapatkan tambahan pendapatan dari lebah yang di
budidayakannya, berarti pula peternak tersebut mendapatkan peluang untuk
menjadikan hasil upayanya sebagai ibadah, yaitu menunaikan kewajiban
mengeluarkan sebagai harta kekayaannya setelah di keluarkan seluruh biaya
perawatan dan gaji pegawainya.[9]
Dalam
ijtihad fiqh kontemporer mengenai zakat yang muncul sekarang ini telah
membagi kategori zakat kedalam sembilan kategori, yaitu zakat binatang ternak,
zakat emas dan perak yang juga meliputi uang, zakat kekayaan dagang, zakat
hasil pertanian , zakat madu dan
produksi hewani, zakat barng tambang dan hasil laut, zakat investasi pabrik,
gedung dan lain-lain, zakat pencarian, jasa dan profesi serte zakat saham dan
obligasi.
Sedangkan
madu merupakan salah satu pemberian Allah kepada para hambanya yang banyak
mengandung zat-zat makanan, obat-obatan, dan sari buah. Mengenai hal ini Allah
berfirman dalam QS. An-Nahl: 68-69, yaitu:
4ym÷rr&ury7/un<Î)È@øtª[$#Èbr&ÉϪB$#z`ÏBÉA$t6Ågø:$#$Y?qãç/z`ÏBurÌyf¤±9$#$£JÏBurtbqä©Ì÷ètÇÏÑȧNèOÍ?ä.`ÏBÈe@ä.ÏNºtyJ¨W9$#Å5è=ó$$sù@ç7ßÅ7În/uWxä9è4ßlãøs.`ÏB$ygÏRqäÜç/Ò>#u°ì#Î=tFøC¼çmçRºuqø9r&ÏmÏùÖä!$xÿϩĨ$¨Z=Ïj93¨bÎ)Îûy7Ï9ºsZptUy5Qöqs)Ïj9tbrã©3xÿtGtÇÏÒÈ
“Dan
Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: ``Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang di bikin manusia``, Kemudian
makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang
telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang
bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapar obat yang menyembukan bagi
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(Kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.”
Menurut Yusuf Qardhawi bahwa zakat madu
dianalogikakan dengan zakat tumbuhan dan buah-buahan, karena penghasilan yang
di peroleh dari lebah, yaitu madu.
Dalil
dalam menetapkan zakat madu adalah terdapat dalam surah at-Taubah ayat 103 dan
al-Baqorah ayat 267. Dalam surah tersebut disebutkan bahwa harta yang dimiliki
berhak dikeluarkan zakatnya. Selain mengacu pada ayat tersebut, Yusuf Qardawi
juga menggunakan dalil Sunnah at-Tarmidzi, meskipun dalam Sunnah ini sebagian
‘ulama’ mengatakan bahwa madu tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
B.
Bagaimana cara zakat madu tersebut?
Menurut
Wahbah al-Zuhayly, sedikit menyebutkan tentang zakat madu. Menurut mazhab
Hanafi dan Hanbali zakat madu adalah sepersepuluh.[10]hanya
saja Abu Hanifah berpendapat bahwa kewajiban mengeluarkan zakat madu dari tanah
yang wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak sepersepuluh baik mengambilnya banyak
atau sedikit dan tanah-tanah yang selain itu tidah wajib di keluarkan zakatnya.
Mazhab Hanbali mengatakan bahwa nisab zakat madu adalah sepersepuluh afraq.
Menurut
Wahbah az-Zulaili para fuqoha berbeda pendapat tentang zakat madu. Madzab
Hanafiyah dan Hanabillah berpendapat ada zakat sepersepuluh. Hanya saja, abu
Hanifah mengatakan bahwa ada kewajiban mengeluarkan zakat madu apabila madu
tersebut diambil dari tanah ‘unsyur baik sedikit maupun banyak diambil.
Untuk madu yang dikeluarkan dari tanah Kharraj
tidak ada kewajiban zakat sepersepuluh. Adapun menurut Hanabillah bahwa
nishob zakat madu sepuluh afraq.Satu afraq menurut mereka adalah
enam belas rithl, maka nishobnya adalah seratus enam puluh rithl Baghdad
atau 2/7 x 34 rithl Damaskus dan seratus
empat di mesir. Rithl menurut Hanafiyah adalah 130 dirham, satu dirham tengah
adalah 2,975 gram.[11]
Muhammad
bin Shahih al-Utsaimin mengatakan bahwa menurut pendapat yang benar madu tidak
wajib dizakati karena tidak adanya nash Rasulullah. Sedangkan menurut pendapat
yang masyhur dari mazhab Imam Ahmad bahwa madu itu wajib dizakati,
prosentasenya sepuluh persen karena madu di ambil tanpa tenaga dan tanpa biaya.[12]
Illat
Hukum dalam menggali hukum terkait penetapan zakat madu adalah hasil bumi.
Mengenai ketentuan nishab dan kadar yang dikeluarkan juga sama dengan zakat
tanaman dan buah-buahan yaitu nishabnya 653Kg dan kadar dikeluarkan adalah 10%.
Mengeluarkan zakatnya setelah panen.
C.
Bagaimana pemikiran Imam Yusuf Qordowi
tentang zakat madu?
Pada
zaman Rosulullah memang sudah ada praktik zakat dan telah dijelaskan dalam
Al-Qur’an baik zakat fitrah maupun zakat mal, namun pada pokok-pokoknya saja.
Akan tetapi dewasa ini, zaman semakin berkembang banyak hal baru yang tidak
dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadis misalnya dalam hal zakat madu.
Madu
merupakan salah satu pemberian Allah SWT kepada para hambanya yang banyak
mengandung zat-zat makanan, obat-obatan dan sari buah. Mengenai hal ini Allah
SWT membahas secara khusus dalam satu surat yaitu surat an-Nahl ‘lebah’
yang oleh sebagian ulama salaf di sebut juga surat an-Na’am.[13]
Madu biasanya terdapat dalam sarang
lebah yang berbentuk heksagon (segi enam). Untuk mendapatkan madu dari sarang
lebah, biasanya para peternak memakai alat kondensor. Madu juga dapat diperoleh
dengan cara di peras hingga didapatkan madu yang jernih dan alami.[14]
Lalu apakah madu wajib dizakati atau tidak?
Zaman sekarang ini, sudah banyak
orang yang mempunyai produksi madu yang dihasilkan dari lebah, baik madu
tersebut diperdagangkan atau tidak. Madu yang diperdagangkan sudah jelas bahwa
madu tersebut wajib dizakati dengan zakat perdagangan, Namun ketika madu
tersebut tidak di perdagangkan, masih banyak yang belum mengetahui apakah madu
tersebut wajib dikeluarkan zakatnya atau tidak.
Para ulama terdapat perbedaan
pendapat dalam hal zakat madu. Sebagian berpendapat wajib dizakati dan sebagian
pula yang berpendapat tidak wajib di zakati. Ulama yang berpendapat tidak wajib
dikeluakan zakatnya diantaranya Imam Syafi’i dengan alasan tidak adanya ijma’
ulama tentang zakat madu dan ulama yang berpendapat madu wajib dizakati
diantaranya Yusuf Qardhawi.
Dalam beberapa pendapat, mamerupakan
salah satu dari harta kekayaan yang wajib dikeluatkan zakatnya, tetapi dalam
Al-Qur’an tidak ada penyebutan tentang madu. Hal ini yang menjadikan perbedaan
pendapat di kalanan para ulama. Menurut Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah madu
tidak wajib dikeluarkan. Sedangkan menurut Hanafiyah dan Hanabillah berpendapat
madu itu wajib dikeluarkan zakatnya.
Menurut
Yusuf Qardawi, madu wajib dikeluarkan zaknya dengan diqiyaskan pada
hasil tanaman dan buah-buahan, dengan menyatakan bahwa penghasilan dari bumi
itu sama dengan penghadilan yang dihasilkan dari lebah.
D.
Apakah ada perbedaan pendapat tentang
zakat madu?
Berbicara
tentang zakat madu terdapat beberapa perbedaan, yaitu:
1.
Pendapat yang mewajibkan seperti Imam
Hanafi dan Yusuf Qardhawi yang diqiyas-kan dengan hasil tanaman dan
buah-buahan, yaitu behwa penghasilan yang diperoleh dari bumi dinilai sama
dengan penghasilan yang diperoleh dari lebah.[15]
2.
Pendapatan yang tidak mewajibkan,
seperti Iman Syafi’i yang menentukan kewajiban zakat madu yang dimasukkan dalam komoditas perdagangan
didasarkan pada kewajiban zakat perdagangan. Sedangkan madu yang tidak masuk
dalam komoditas perdagangan, maka Imam Syafi’i mengqiyas-kan kepada susu
yang dihasilkan dari hewan dan sutera yang dihasilkan dari ulat sutra yang
tidak wajib dizakati.
Para
ulama terdapat perbedaan pendapat dalam hal zakat madu. Sebagain pendapat wajib
di zakati. Ulama yang perpendapat tidak wajib di keluarkan zakatnya diantaranya
Imam Syafi’i dengan alasan tidak adanya ijma’ ulama tentang zakat madu dan ulama yang berpendapat
madu wajib dizakati diantaranya Yusuf Qordowi.
Perbedaan
pendapat itu muncul dikarenakan dalam ijtihad dan pola pikir para
ulamayang berbeda-beda. Mengenai metode inilah yang ingin diketahui dengan
jelas bagaimana ijtihat para ulama yang berpendapat bahwa madu iti wajib
dizakati, khususnya pendapat Yusuf
Qordowi.
Adapun
yang menjadi alasan memilih Yusuf Qordawi merupakan mujtahid yang sangat
komprehensif membahas persoalan zakat dalam nuansa serta salah satu mujtahid
yang menggunakan metode qiyas. Di
samping itu, Yusuf Qardawi sosok pemikir yang mempunyai integritas dalam segala
bidang yang pada zaman sekarang ini banyak yang digunakan sebagai rujukan bagi
akademisi maupun masyarakat. Yusuf Qardawi mengatakan bahwa madu merupakan
hasil pertanian bukan barang dagangan. Madu termasuk kekayaan yang menghasilkan
keuntungan jadi wajib dikeluarkan zakatnya dengan diqiyaskan terhadap
tenaman dan buah-buahan. Penghasilan dari bumi dinilai sama dengan penghasilan
yang diperoleh dari lebah.
Zakat
madu juga ditemukan dalam karya Ibn Ar-Rusd yang menjelaskan masalah zakat
madu. Adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama’ mengenai barang yang diambil
dari hewan dan disebutkan juga alasan perbedaan pendapat mereka yang bersumber
terhadap suatu hadis riwayat Imam at-Tirmizi dan perawi lain.[16]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Madu merupakan salah satu pemberian Allah SWT
kepada para hambanya yang banyak mengandung zat-zat makanan, obat-obatan dan
sari buah. Mengenai hal ini Allah SWT membahas secara khusus dalam surah yaitu
surah an-Nahl ‘Lebah’ yang oleh
sebagian ulama salaf di sebut juga susat an-Na’am.
Dalil dalam menetapkan
zakat madu adalah terdapat dalam surah at-Taubah ayat 103 dan surat al-Baqoroh
ayat 267. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa harta yang dimiliki berhak
dikeluarkan zakatnya. Selain mengacu pada ayat tersebut, Yusuf Qordhowi juga
menggunakan dalil sunnah at-Tirmidzi, meskipin dalam sunnah ini sebagian
‘ulama’ mengatakan bahwa madu tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
Perbedaan
pendapat itu muncul dikarenakan dalam ijtihad dan pola pikir para
ulamayang berbeda-beda. Mengenai metode inilah yang ingin diketahui dengan
jelas bagaimana ijtihat para ulama yang berpendapat bahwa madu iti wajib
dizakati, khususnya pendapat Yusuf
Qordowi.
DAFTAR PUSTAKA
Ibn alRusyd, Bidayah
Al-Mujtahid Wa An-Nihayah Al-Muqtashid, ahli bahasa, Analisa Fiqih Para
Mujtahid, cet. Ke-2, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hlm 566.
Yusuf Qordhawi,
Hukum Zakat Studi Kompratif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan
Qur’an dan Hadist, ahli bahasa, cet Ke-2, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa,
1973) hlm. 396
Said Hammad, 99
Resep Sehat dengan Madu, (Solo: Aqwamedika, 2013), hlm 43.
Yusuf Qardhawi,
Fiqh az-Zakat, diterjemahkan Salman Harun. Dkk, Hukum Zakat: Studi
Kompratif mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadits,
(Cet 3: Jakarta: PT. Pustaka Litera
Antara Nusa Bogor Baru, 1993).401
Wahbah
al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagi Mazhab, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1997), hlm.190
Wahbah
az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, ahli bahasa, (Jakarta: Gema
insani, 2011). Hlm. 235-236.
Muhammad bin
Shahih al-Utsimin, Fiqih islam Wa Adillatuhu, ahli bahasa, (Jakarta:
Gema Insani, 2011). Hlm. 235-236.
Yusuf Qordawi, Hukum
Studi Kompratif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan
Hadits, ahli bahasa, cet ke-2, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 1973). Hlm.
122
Mahjuddin, Masailul
Fiqhiyah: Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, (Jakarta:Kalam
Mulia, 2003). 184
Yusuf Qardhawi,
Fiqh az-Zakat, diterjemahkan Salman Harun, dkk, Hukum Zakat: Studi
Kompratif mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadist,
(Cet 3: Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa Bogor Baru, 1993). 401.
Masjfuk Zuhdi, Masail
Fiqhiya,(Cet 1: Jakarta: Haji Masagung, 1988), 106.
Muhammad Daud
Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Waqof, cet. Ke-1. (Jakarta: U
Press. 1988),
Yusuf Qordowi, Hukum
Zakat Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an
dan Hadist, alhi bahasa, cet Ke-2, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1973),
hlm.396
Mohammah
Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat
dan Waqaf. cet. Ke-1, Jakarta: Universitas Indonesia, 1988), hlm. 31.
Adi Suseno dkk,
Solusi Islam Atas Problematika Ekonomi Ummat: Ekonomi Pendidikan dan Da’wah,
cet. Ke-1 (Jakarta: Gema Insani Pres, 1998), hlm 15.
K.N. Sofyan
Hasan, Pengantar Hukum Zakat dan Waqof, (Surabaya: al-Ikhlas, 1995),11
[1]
Mohammah Daud Ali, Sistem Ekonomi
Islam Zakat dan Waqaf. cet. Ke-1, Jakarta: Universitas Indonesia, 1988),
hlm. 31.
[2]Adi
Suseno dkk, Solusi Islam Atas Problematika Ekonomi Ummat: Ekonomi Pendidikan
dan Da’wah, cet. Ke-1 (Jakarta: Gema Insani Pres, 1998), hlm 15.
[3]K.N.
Sofyan Hasan, Pengantar Hukum Zakat dan Waqof, (Surabaya: al-Ikhlas,
1995),11
[4]Masjfuk
Zuhdi, Masail Fiqhiya,(Cet 1: Jakarta: Haji Masagung, 1988), 106.
[5]Muhammad
Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Waqof, cet. Ke-1. (Jakarta: U
Press. 1988), hlm 54.
[6]Yusuf
Qordowi, Hukum Zakat Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan
Qur’an dan Hadist, alhi bahasa, cet Ke-2, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,
1973), hlm.396
[7]Yusuf
Qordawi, Hukum Studi Kompratif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Qur’an dan Hadits, ahli bahasa, cet ke-2, (Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa, 1973). Hlm. 122
[8]Mahjuddin,
Masailul Fiqhiyah: Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, (Jakarta:Kalam
Mulia, 2003). 184
[9]Yusuf
Qardhawi, Fiqh az-Zakat, diterjemahkan Salman Harun, dkk, Hukum Zakat: Studi
Kompratif mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadist,
(Cet 3: Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa Bogor Baru, 1993). 401.
[10]Wahbah
al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagi Mazhab, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1997), hlm.190
[11]Wahbah
az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, ahli bahasa, (Jakarta: Gema
insani, 2011). Hlm. 235-236.
[12]Muhammad
bin Shahih al-Utsimin, Fiqih islam Wa Adillatuhu, ahli bahasa, (Jakarta:
Gema Insani, 2011). Hlm. 235-236.
[13]Yusuf
Qordhawi, Hukum Zakat Studi Kompratif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Qur’an dan Hadist, ahli bahasa, cet Ke-2, (Bogor: Pustaka
Litera AntarNusa, 1973) hlm. 396
[14]Said
Hammad, 99 Resep Sehat dengan Madu, (Solo: Aqwamedika, 2013), hlm 43.
[15]Yusuf
Qardhawi, Fiqh az-Zakat, diterjemahkan Salman Harun. Dkk, Hukum
Zakat: Studi Kompratif mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an
dan Hadits, (Cet 3: Jakarta: PT.
Pustaka Litera Antara Nusa Bogor Baru, 1993).401
[16]Ibn
alRusyd, Bidayah Al-Mujtahid Wa An-Nihayah Al-Muqtashid, ahli bahasa,
Analisa Fiqih Para Mujtahid, cet. Ke-2, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hlm
566.
No comments:
Post a Comment