Wednesday, 20 June 2018

Zakat Madu Menurut Imam Yusuf Qordhowi

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam mengajarkan, adabeberapa bentuk kewajiban yang disebut dengan istilah ibadah. Zakat dikaitkan dengan harta yang dimiliki seseorang tergolong ke dalam kewajiban yang disebut dengan istilah  ibadah maliyah (ibadah harta).[1] Dalam ekonomi Islam ada lima instrumen yang strategis dan sangat berpengaruhpada tingkah laku ekonomi manusia serta pembangunan ekonomi, jaminan sosial dan peran negara.[2]
Zakat, di samping membina hubungan dengan Allah, juga akan menjembatani dan mendekatkan hubungan kasih sayang antara sesama manusia dan mewujudkan kata-kata bahwa Islam itu bersaudara, saling membantu dan tolong-menolong: yang kuat menolong yang lemah dan yang kaya membantu yang miskin.[3]
            Zakat adalah satu rukun yang bercorak sosial-ekonomi dari lima rukun Islam. Dengan zakat, di samping ikrar tauhid syahadat dan salat, seseorang barulah sah masuk kedalam barisan umat Islam dan diakui keislamannya.
bÎ*sù(#qç/$s?(#qãB$s%r&urno4qn=¢Á9$#(#âqs?#uäurno4qŸ2¨9$#öNä3çRºuq÷zÎ*sùÎûÇ`ƒÏe$!$#3

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah madu itu di zakatkan?
2.      Bagaimana cara zakat madu tersebut?
3.      Bagaimana pemikiran zakat madu imam yusuf qordani?
4.      Apakah ada perbedaan pendapat tentang zakat madu?
                                                                                                                                                               





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Apakah madu itu di zakatkan?
Zakat merupakan ibadah maliyah ijtima’iyah (ibadah yang berkaitan dengan ekonomi keuangan dan kemasyarakatan). Dalam al-Qur’an hanya di sebutkan secara eksplisit tujuh jenis harta benda yang wajib di zakati (nishab) dan jatuh tempo zakatnya, yakni: emas, perak, hasil tanaman dan buah-buahan, barang dagangan, ternak, hasil tambang, dan barang temuan (rikaz). Tetapi hal ini tidak berarti, bahwaselain tijuh jenis harta benda tersebut di atas tidak wajib di zakati. Misalnya mata uang, sertifikat, saham,obligasi, dan surat-surat berharga lainnya juga wajib di zakati dengan dalil qiyas (analogi reasoning), diqiyas-kan dengan emas dan perak, sebab pada hakikatnya mata uang dan surat-surat berharga itu tidak lain sebagai pengganti emas dan perak.[4]
Menurut konsep fiqih zakat, rumusan mengenai zakat adalah hasil ijtihad manusia. Di dalam A-Qur’an hanya disebutkan pokok-pokoknya, kemudian di jelaskan oleh hadis Nabi. Penjabaran tentang hal tersebut tercantum dalam kitab-kitab fiqih  klasik, tetapi tampaknya tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman pada saat ini. Rumusan fiqih  zakat diajarkan pada lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia hampir seluruhnya hasil ijtihad para alhi beberapa abad yang lalu, yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi masa itu. Rumusan tersebut banyak tidak sesuai lagi untuk di pergunakan mengatur zakat dalam masyarakat modern sekarang ini.[5]
Madu merupakan salah satu pemberian Allah SWT kepada para hambanya yang banyak mengandung zat-zat makanan, obat-obatan dan sari buah. Mengenai hal ini Allah SWT membahas secara khusus dalam surah yaitu surah  an-Nahl ‘Lebah’ yang oleh sebagian ulama salaf di sebut juga susat an-Na’am.[6]
Zaman sekarang ini, sudah banyak orang yang mempunyai produksi madu yang dihasilkan dari lebah, baik madu tersebut di perdagangkan atau tidak. Madu yang di perdagangkan sudah jelas bahwa madu tersebut wajib dizakati dengan zakat perdagangan. Namun ketika madu tersebut tidak di perdagangkan, masih banyak yang belum mengetahui apakah madu tersebut wajib zakatnya atau tidak.
Para ulama terdapat perbedaan pendapat dalam hal zakat madu. Sebagian berpendapat wajib dizakati dan sebagian pula yang berpendapat tidak wajib dizakati. Ulama yang berpendapat tidak wajib dikeluarkan zakatnya diantaranya Imam Syafi’i dengan alasan tidak adanya ijma’ ulama tentang zakat madu dan ulama yang berpendapat madu wajib dizakati diantaranya Yusuf Qardawi.
Salah satu dari harta kekayaan yaitu madu yang dihasilkan oleh lebah. Sudah banyak orang yang mempunyai sarang lebah yang menghasilkan madu. Namun, dalam Al-Qur’an tidak semua dijelaskan apa saja yang termasuk harta kekayaan, syarat dikeluarkan zakat dan beberapa nishab yang harus dizakatkan. Hal ini dilihat dalam sunnah Nabi berfungsi menjelaskan Al-Qur’an yang masih global.
Memang dalam Al-Qur’an sudah disebutkan beberapa jenis kekayaan yang dikeluarkan zakatnya sebagai hak Allah SWT[7]
Budidaya madu sebagai suatu upaya peternakan lebah, agar mendapatkan madu untuk dikonsumsi sendiri atau untuk dikomersasikan. Maka upaya ini harus di sertai dengan keterampilan, modal yang memandi, serta lokasi yang menunjangnya sehingga mendatangkan hasil yang memuaskan.[8] Madu merupakan salah satu sumber pendapatan masyarakat untuk mengangkat tarif hidupnya agar menjadi lebih baik.
Upaya manusia untuk mendapatkan tambahan pendapatan dari lebah yang di budidayakannya, berarti pula peternak tersebut mendapatkan peluang untuk menjadikan hasil upayanya sebagai ibadah, yaitu menunaikan kewajiban mengeluarkan sebagai harta kekayaannya setelah di keluarkan seluruh biaya perawatan dan gaji pegawainya.[9]
Dalam ijtihad fiqh kontemporer mengenai zakat yang muncul sekarang ini telah membagi kategori zakat kedalam sembilan kategori, yaitu zakat binatang ternak, zakat emas dan perak yang juga meliputi uang, zakat kekayaan dagang, zakat hasil pertanian , zakat madu  dan produksi hewani, zakat barng tambang dan hasil laut, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain, zakat pencarian, jasa dan profesi serte zakat saham dan obligasi.
Sedangkan madu merupakan salah satu pemberian Allah kepada para hambanya yang banyak mengandung zat-zat makanan, obat-obatan, dan sari buah. Mengenai hal ini Allah berfirman dalam QS. An-Nahl: 68-69, yaitu:
4ym÷rr&ury7/un<Î)È@øtª[$#Èbr&ÉσªB$#z`ÏBÉA$t6Ågø:$#$Y?qãç/z`ÏBur̍yf¤±9$#$£JÏBurtbqä©Ì÷ètƒÇÏÑȧNèOÍ?ä.`ÏBÈe@ä.ÏNºtyJ¨W9$#Å5è=ó$$sùŸ@ç7ßÅ7În/uWxä9èŒ4ßlãøƒs.`ÏB$ygÏRqäÜç/Ò>#uŽŸ°ì#Î=tFøƒC¼çmçRºuqø9r&ÏmŠÏùÖä!$xÿϩĨ$¨Z=Ïj93¨bÎ)Îûy7Ï9ºsŒZptƒUy5Qöqs)Ïj9tbr㍩3xÿtGtƒÇÏÒÈ
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: ``Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang di bikin manusia``, Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapar obat yang menyembukan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (Kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.”
Menurut Yusuf Qardhawi bahwa zakat madu dianalogikakan dengan zakat tumbuhan dan buah-buahan, karena penghasilan yang di peroleh dari lebah, yaitu madu.
Dalil dalam menetapkan zakat madu adalah terdapat dalam surah at-Taubah ayat 103 dan al-Baqorah ayat 267. Dalam surah tersebut disebutkan bahwa harta yang dimiliki berhak dikeluarkan zakatnya. Selain mengacu pada ayat tersebut, Yusuf Qardawi juga menggunakan dalil Sunnah at-Tarmidzi, meskipun dalam Sunnah ini sebagian ‘ulama’ mengatakan bahwa madu tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
B.     Bagaimana cara zakat madu tersebut?
Menurut Wahbah al-Zuhayly, sedikit menyebutkan tentang zakat madu. Menurut mazhab Hanafi dan Hanbali zakat madu adalah sepersepuluh.[10]hanya saja Abu Hanifah berpendapat bahwa kewajiban mengeluarkan zakat madu dari tanah yang wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak sepersepuluh baik mengambilnya banyak atau sedikit dan tanah-tanah yang selain itu tidah wajib di keluarkan zakatnya. Mazhab Hanbali mengatakan bahwa nisab zakat madu adalah sepersepuluh afraq.
Menurut Wahbah az-Zulaili para fuqoha berbeda pendapat tentang zakat madu. Madzab Hanafiyah dan Hanabillah berpendapat ada zakat sepersepuluh. Hanya saja, abu Hanifah mengatakan bahwa ada kewajiban mengeluarkan zakat madu apabila madu tersebut diambil dari tanah ‘unsyur baik sedikit maupun banyak diambil. Untuk madu yang dikeluarkan dari tanah  Kharraj tidak ada kewajiban zakat sepersepuluh. Adapun menurut Hanabillah bahwa nishob zakat madu sepuluh afraq.Satu afraq menurut mereka adalah enam belas rithl, maka nishobnya adalah seratus enam puluh rithl Baghdad atau 2/7  x 34 rithl Damaskus dan seratus empat di mesir. Rithl menurut Hanafiyah adalah 130 dirham, satu dirham tengah adalah 2,975 gram.[11]
Muhammad bin Shahih al-Utsaimin mengatakan bahwa menurut pendapat yang benar madu tidak wajib dizakati karena tidak adanya nash Rasulullah. Sedangkan menurut pendapat yang masyhur dari mazhab Imam Ahmad bahwa madu itu wajib dizakati, prosentasenya sepuluh persen karena madu di ambil tanpa tenaga dan tanpa biaya.[12]
Illat Hukum dalam menggali hukum terkait penetapan zakat madu adalah hasil bumi. Mengenai ketentuan nishab dan kadar yang dikeluarkan juga sama dengan zakat tanaman dan buah-buahan yaitu nishabnya 653Kg dan kadar dikeluarkan adalah 10%. Mengeluarkan zakatnya setelah panen.






C.     Bagaimana pemikiran Imam Yusuf Qordowi tentang zakat madu?
Pada zaman Rosulullah memang sudah ada praktik zakat dan telah dijelaskan dalam Al-Qur’an baik zakat fitrah maupun zakat mal, namun pada pokok-pokoknya saja. Akan tetapi dewasa ini, zaman semakin berkembang banyak hal baru yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadis misalnya dalam hal zakat madu.
Madu merupakan salah satu pemberian Allah SWT kepada para hambanya yang banyak mengandung zat-zat makanan, obat-obatan dan sari buah. Mengenai hal ini Allah SWT membahas secara khusus dalam satu surat yaitu surat an-Nahl ‘lebah’ yang oleh sebagian ulama salaf di sebut juga surat an-Na’am.[13]
            Madu biasanya terdapat dalam sarang lebah yang berbentuk heksagon (segi enam). Untuk mendapatkan madu dari sarang lebah, biasanya para peternak memakai alat kondensor. Madu juga dapat diperoleh dengan cara di peras hingga didapatkan madu yang jernih dan alami.[14] Lalu apakah madu wajib dizakati atau tidak?
            Zaman sekarang ini, sudah banyak orang yang mempunyai produksi madu yang dihasilkan dari lebah, baik madu tersebut diperdagangkan atau tidak. Madu yang diperdagangkan sudah jelas bahwa madu tersebut wajib dizakati dengan zakat perdagangan, Namun ketika madu tersebut tidak di perdagangkan, masih banyak yang belum mengetahui apakah madu tersebut wajib dikeluarkan zakatnya atau tidak.
            Para ulama terdapat perbedaan pendapat dalam hal zakat madu. Sebagian berpendapat wajib dizakati dan sebagian pula yang berpendapat tidak wajib di zakati. Ulama yang berpendapat tidak wajib dikeluakan zakatnya diantaranya Imam Syafi’i dengan alasan tidak adanya ijma’ ulama tentang zakat madu dan ulama yang berpendapat madu wajib dizakati diantaranya Yusuf Qardhawi.
            Dalam beberapa pendapat, mamerupakan salah satu dari harta kekayaan yang wajib dikeluatkan zakatnya, tetapi dalam Al-Qur’an tidak ada penyebutan tentang madu. Hal ini yang menjadikan perbedaan pendapat di kalanan para ulama. Menurut Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah madu tidak wajib dikeluarkan. Sedangkan menurut Hanafiyah dan Hanabillah berpendapat madu itu wajib dikeluarkan zakatnya.
Menurut Yusuf Qardawi, madu wajib dikeluarkan zaknya dengan diqiyaskan pada hasil tanaman dan buah-buahan, dengan menyatakan bahwa penghasilan dari bumi itu sama dengan penghadilan yang dihasilkan dari lebah.

D.    Apakah ada perbedaan pendapat tentang zakat madu?
Berbicara tentang zakat madu terdapat beberapa perbedaan, yaitu:
1.         Pendapat yang mewajibkan seperti Imam Hanafi dan Yusuf Qardhawi yang diqiyas-kan dengan hasil tanaman dan buah-buahan, yaitu behwa penghasilan yang diperoleh dari bumi dinilai sama dengan penghasilan yang diperoleh dari lebah.[15]
2.         Pendapatan yang tidak mewajibkan, seperti Iman Syafi’i yang menentukan kewajiban zakat madu yang  dimasukkan dalam komoditas perdagangan didasarkan pada kewajiban zakat perdagangan. Sedangkan madu yang tidak masuk dalam komoditas perdagangan, maka Imam Syafi’i mengqiyas-kan kepada susu yang dihasilkan dari hewan dan sutera yang dihasilkan dari ulat sutra yang tidak wajib dizakati.
Para ulama terdapat perbedaan pendapat dalam hal zakat madu. Sebagain pendapat wajib di zakati. Ulama yang perpendapat tidak wajib di keluarkan zakatnya diantaranya Imam Syafi’i dengan alasan tidak adanya ijma’  ulama tentang zakat madu dan ulama yang berpendapat madu wajib dizakati diantaranya Yusuf Qordowi.
Perbedaan pendapat itu muncul dikarenakan dalam ijtihad dan pola pikir para ulamayang berbeda-beda. Mengenai metode inilah yang ingin diketahui dengan jelas bagaimana ijtihat para ulama yang berpendapat bahwa madu iti wajib dizakati,  khususnya pendapat Yusuf Qordowi.
Adapun yang menjadi alasan memilih Yusuf Qordawi merupakan mujtahid yang sangat komprehensif membahas persoalan zakat dalam nuansa serta salah satu mujtahid yang menggunakan metode  qiyas. Di samping itu, Yusuf Qardawi sosok pemikir yang mempunyai integritas dalam segala bidang yang pada zaman sekarang ini banyak yang digunakan sebagai rujukan bagi akademisi maupun masyarakat. Yusuf Qardawi mengatakan bahwa madu merupakan hasil pertanian bukan barang dagangan. Madu termasuk kekayaan yang menghasilkan keuntungan jadi wajib dikeluarkan zakatnya dengan diqiyaskan terhadap tenaman dan buah-buahan. Penghasilan dari bumi dinilai sama dengan penghasilan yang diperoleh dari lebah.
Zakat madu juga ditemukan dalam karya Ibn Ar-Rusd yang menjelaskan masalah zakat madu. Adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama’ mengenai barang yang diambil dari hewan dan disebutkan juga alasan perbedaan pendapat mereka yang bersumber terhadap suatu hadis riwayat Imam at-Tirmizi dan perawi lain.[16]









BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Madu  merupakan salah satu pemberian Allah SWT kepada para hambanya yang banyak mengandung zat-zat makanan, obat-obatan dan sari buah. Mengenai hal ini Allah SWT membahas secara khusus dalam surah yaitu surah  an-Nahl ‘Lebah’ yang oleh sebagian ulama salaf di sebut juga susat an-Na’am.

Dalil dalam menetapkan zakat madu adalah terdapat dalam surah at-Taubah ayat 103 dan surat al-Baqoroh ayat 267. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa harta yang dimiliki berhak dikeluarkan zakatnya. Selain mengacu pada ayat tersebut, Yusuf Qordhowi juga menggunakan dalil sunnah at-Tirmidzi, meskipin dalam sunnah ini sebagian ‘ulama’ mengatakan bahwa madu tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
Perbedaan pendapat itu muncul dikarenakan dalam ijtihad dan pola pikir para ulamayang berbeda-beda. Mengenai metode inilah yang ingin diketahui dengan jelas bagaimana ijtihat para ulama yang berpendapat bahwa madu iti wajib dizakati,  khususnya pendapat Yusuf Qordowi.






















DAFTAR PUSTAKA
Ibn alRusyd, Bidayah Al-Mujtahid Wa An-Nihayah Al-Muqtashid, ahli bahasa, Analisa Fiqih Para Mujtahid, cet. Ke-2, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hlm 566.
                           
Yusuf Qordhawi, Hukum Zakat Studi Kompratif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadist, ahli bahasa, cet Ke-2, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 1973) hlm. 396

Said Hammad, 99 Resep Sehat dengan Madu, (Solo: Aqwamedika, 2013), hlm 43.

Yusuf Qardhawi, Fiqh az-Zakat, diterjemahkan Salman Harun. Dkk, Hukum Zakat: Studi Kompratif mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadits, (Cet 3:  Jakarta: PT. Pustaka Litera Antara Nusa Bogor Baru, 1993).401

Wahbah al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagi Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), hlm.190

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, ahli bahasa, (Jakarta: Gema insani, 2011). Hlm. 235-236.

Muhammad bin Shahih al-Utsimin, Fiqih islam Wa Adillatuhu, ahli bahasa, (Jakarta: Gema Insani, 2011). Hlm. 235-236.

Yusuf Qordawi, Hukum Studi Kompratif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadits, ahli bahasa, cet ke-2, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 1973). Hlm. 122

Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah: Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, (Jakarta:Kalam Mulia, 2003). 184

Yusuf Qardhawi, Fiqh az-Zakat, diterjemahkan Salman Harun, dkk, Hukum Zakat: Studi Kompratif mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadist, (Cet 3: Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa Bogor Baru, 1993). 401.

Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiya,(Cet 1: Jakarta: Haji Masagung, 1988), 106.

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Waqof, cet. Ke-1. (Jakarta: U Press. 1988),

Yusuf Qordowi, Hukum Zakat Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadist, alhi bahasa, cet Ke-2, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1973), hlm.396

Mohammah Daud  Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Waqaf. cet. Ke-1, Jakarta: Universitas Indonesia, 1988), hlm. 31.

Adi Suseno dkk, Solusi Islam Atas Problematika Ekonomi Ummat: Ekonomi Pendidikan dan Da’wah, cet. Ke-1 (Jakarta: Gema Insani Pres, 1998), hlm 15.

K.N. Sofyan Hasan, Pengantar Hukum Zakat dan Waqof, (Surabaya: al-Ikhlas, 1995),11






[1] Mohammah Daud  Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Waqaf. cet. Ke-1, Jakarta: Universitas Indonesia, 1988), hlm. 31.
[2]Adi Suseno dkk, Solusi Islam Atas Problematika Ekonomi Ummat: Ekonomi Pendidikan dan Da’wah, cet. Ke-1 (Jakarta: Gema Insani Pres, 1998), hlm 15.
[3]K.N. Sofyan Hasan, Pengantar Hukum Zakat dan Waqof, (Surabaya: al-Ikhlas, 1995),11
[4]Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiya,(Cet 1: Jakarta: Haji Masagung, 1988), 106.
[5]Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Waqof, cet. Ke-1. (Jakarta: U Press. 1988), hlm 54.
[6]Yusuf Qordowi, Hukum Zakat Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadist, alhi bahasa, cet Ke-2, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1973), hlm.396
[7]Yusuf Qordawi, Hukum Studi Kompratif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadits, ahli bahasa, cet ke-2, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 1973). Hlm. 122
[8]Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah: Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, (Jakarta:Kalam Mulia, 2003). 184
[9]Yusuf Qardhawi, Fiqh az-Zakat, diterjemahkan Salman Harun, dkk, Hukum Zakat: Studi Kompratif mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadist, (Cet 3: Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusa Bogor Baru, 1993). 401.
[10]Wahbah al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagi Mazhab, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), hlm.190
[11]Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, ahli bahasa, (Jakarta: Gema insani, 2011). Hlm. 235-236.
[12]Muhammad bin Shahih al-Utsimin, Fiqih islam Wa Adillatuhu, ahli bahasa, (Jakarta: Gema Insani, 2011). Hlm. 235-236.
[13]Yusuf Qordhawi, Hukum Zakat Studi Kompratif Mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadist, ahli bahasa, cet Ke-2, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 1973) hlm. 396
[14]Said Hammad, 99 Resep Sehat dengan Madu, (Solo: Aqwamedika, 2013), hlm 43.
[15]Yusuf Qardhawi, Fiqh az-Zakat, diterjemahkan Salman Harun. Dkk, Hukum Zakat: Studi Kompratif mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadits, (Cet 3:  Jakarta: PT. Pustaka Litera Antara Nusa Bogor Baru, 1993).401
[16]Ibn alRusyd, Bidayah Al-Mujtahid Wa An-Nihayah Al-Muqtashid, ahli bahasa, Analisa Fiqih Para Mujtahid, cet. Ke-2, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hlm 566.

No comments:

Post a Comment