KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, dengan berkat rahmat, karunia dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah fiqih zakat yang
pembahsanya zakat uang.
Shalawat dan
salam tetap tercurah kepada roh junjungan alam, yakni Nabi besar Muhammad SAW.
Yang telah bersusah payah memperjuangkan agama Islam di muka bumi ini, sehingga
kita umat Muslim pada saat ini dapat merasakan manisnya nikmat Islam dan Iman.
Semoga dari
hasil penulisan makalah ini dapat menambah wawasan kita. Terutama bagi kami
pemakalahdan umumnya bagi teman-teman sekalain. Kami berharap dengan hasil
makalah ini dapat diamalkan di dalam kehidupan kita yang berkecimpung di dalam
area kehidufan kita ini.
Kami berharap
juga masukan, kritikan, dan saran dari teman-teman sekalian untuk menjadikan
makalah ini lebih sempurna dan bisa di pegang sebagai rujukan kita bersama.
Kepada ibu/bapak
dosen dan teman-teman sekalian jika terdapat kesalahan dalam penulisan maupun
dalam kesalahan penyajian makalah yang tidak berkenan dengan perspektif
teman-teman sekalian,maka kami meminta maaf
yang sebesar besarnya atas kesalahan kami dan kami mohon semoga dapat di
maafkan.
Pekanbaru, 9 Desember 2016
Pemakalah
DAFTAR
ISI
Kata pengantar
.........................................................................................................................
Daftar isi .....................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULAN
1.
Latar belakang
..............................................................................................................
2.
Rumusan masalah
.........................................................................................................
3.
Batasan masalah.............................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ZAKAT UANG
.............................................................................................................
B.
SYARAT WAJIBNYA ZAKAT UANG.....................................................................
C.
. STANDAR NISHAB ZAKAT UANG KERTAS.....................................................
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR
BELAKANG
Zakat merupakansalahsaturukun Islam yang ketiga, zakat merupakansuatuibadah
yang paling pentingkerap kali dalam Al-Qur’an, Allah menerangkan zakat
beriringandenganmenerangkanshalat.Padadelapanpuluhduatempat Allah menyebut
zakat beriringandenganurusanshalatinimenunjukanbahwa zakat
danshalatmempunyaihubungan yang rapatsekalidalamhalkeutamaannyashalatdipandangseutama-utamaibadahbadaniyah
zakat dipandangseutama-utamaibadahmaliyah.Zakat merupakansalahsaturukun Islam,
danmenjadisalahsatuunsurpokokbagitegaknyasyariat Islam.Olehsebabituhukum zakat
adalahwajib (fardhu) atassetiapmuslim yang telahmemenuhisyarat-syarattertentu.
Zakat termasukdalamkategoriibadah (sepertishalat, haji, danpuasa) yang
telahdiatursecararincidan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah,
sekaligusmerupakanamalsosialkemasyarakatandankemanusiaan yang dapatberkembangsesuaidenganperkembanganumatmanusia.
Seluruh ulama Salaf dan Khalaf menetapkan bahwa
mengingkari hukum zakat yakni mengingkari wajibnya menyebabkan di hukum kufur.
Karena itu kita harus mengetahui definisi dari zakat, harta-harta yang harus
dizakatkan, nishab- nishab zakat, tata
cara pelaksanan zakat dan berbagai macam zakat.
2. RUMUSAN
MASALAH
1) Apa
hukum zakat uang?
2) Apa
hukum zakat uang menurut ulama?
3) Bagai
mana nisab zakat uang?
3. BATASAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang di atas saya hanya membahas tengtang zakat uang, semoga bermaampaat bagi kita semua, dan jikalau ada
kesalahan saya sebagai pemakalah mintaaf, dan semoga makalah ini dapat di
gunakan dalam kehidupan kita sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ZAKAT
UANG KERTAS
Seiring
sedikitnya orang yang menggunakan uang logam
(uang, emas dan perak) pada masa sekarang dalam berbagai transaksinya,
dan telah menggantikan pola transaksinya
dengan menggunakan uang kertas yang bisa di kenal dengan dengan sebutan banknote,
para ahli fiqih pun menemui kesulitan dalam proses konversi (penyusuaian/adaption)
uang kertas tersebut dalam perspektif hukum fiqih.
Menurut
Ala’uddin Az-Za’tari ia berpendapat di dalam bukunya An-nukud, wadza’ifuha
al asasiyah wa ahkamuha asy-syar’iyyah, dia berpendapat mengenai uang kertas dalam
lima pendapat:
1. uang
kertas sebagai dokumen (surat) pengakuan utang dari pihak yang mengeluarkannya.
Meraka
mengklaim, bahwa ini adalah kedudukan yang sebenarnya,sesuai dengan bentuk
pernyataan pengakuan uatng yang tercatat pada setiap uang kertas (jumlah
nominal). Mereka memberlakukan hukum uang kertas sama dengan hukum transaksi
utang.
Apabila uang
kertas ini meruakan dokumen pengakuan utang, maka tidak boleh
memperjual-belikannya secara utang. Karena para ulama telah berspakat bahwa
tidak boleh melakukan transaksi jual-beli dalam bentuk utang dengan utang.
Meskipun uang kertas telah dibacking dengan emas atau perak, maka tetep
asalnya tidak boleh di perjual-belikan, karena di dalam jual belia di syaratkan
adanya serah terima di tempat transaksi, adapun di sini tidak ada proses serah
terima.
2. Uang
kertas adalah harta benda perniagaan dan barang dagangan.
Mereka
mengklaim, bahwa uang kertas ini sebagai
harta yang memilki nilai dan dapat di manfaatkan untuk berbagai kebutuhan,
berlaku juga pada uang kertas ini hukum supply and demand (penawaran dan
permintaan) karna terdapat nilainya.
3. Uang
kertas di samakan dengan fulus(uang
logam)selain emas dan perak (seperti tembaga, nikel dll)
Sebagain
ulama mengatakan, bahwa uang ini menyerupai mata uang biasa (uang logam emas
dan perak) yang di dasarkan pada nilainya pada kebiasaan yang berlaku.
Uang ini di
lihat dari dua sisi: sisi asalnya adalah barang dagangan, karena terbuat dari
tembaga, nikel,dll, sehingga barang yang dapat diperjual-belikan. Dan dari sisi
tujuanya, yaitu nilai atau haraganya.
Adapun dari
sisi asalnya, maka teradapat kekurangan (negatif) dalam proses hukum fikih, dan
dari segi nilai atau harganya, maka ia
menemui kesulitan, yaitu adanya perbedaan uang logam (uang emas dan perak)
dengan uang kertas berbagai segi, diantara hal yang menghalangi persamaan uaang
kertas dengan uang logam yaitu rendahnya nilai dan kurangsepadannya substansi
materi uang tersebut.
4. Uang
kertas merupkan cabang dari uang emas dan perak
Sebagian
ulama mengatakan “uang kertas sebagai ganti dari keduanya, mereka berlandasan
bahwa pengeluaran uang kertas harus dibacking dengan emas atau perak. Apabila
mata uang telah di backig dengan emas,
maka hukumnya seperti hukum emas, dan apabila dibacking dengan perak, maka
hukumnya sama dengan perak.
Adapun sisi
negatif dalam proses konversi ke dalam
hukum fiqih, adalah bahwa pada masa sekarang ini tidak ada dua mata uang yang
sama nilainya, sekalipun berasal dari satu jenis, misalnya emas.
Kemudian,
sekalipun uang kertas di berlakukan backig secara sempurna dari emas atau
perak, maka itu di tolak dan tidak dapat di berlakukan sesuai realita yang ada,
karna nilai jual suatu mata uang berdasarkan pada kekuatan perekonomian suatu
negara dan kebijakan politik pemerintah.
5. Uang
kertas adalah mata uang yang bersifat indenpenden(mandiri)
Sebagain
ulama mengemukakan alasannya, bahwa setiap uang memiliki nilainya tersendiri
yang di gunakan manusia sesuai fungsi uang itu sendiri. Uang mendominasi
sebagai instrumen nilai tukar, hingga berlaku sebagai alat pembayaran. Terlebih
lagi dalam syariat tidak dibenarkan untuk membatasi harga emas dan perak.
Syaikh islam
Ibnu Taimiya menyatakan bahwa kalau saja manusia sepakat untuk menjadikan
sesuatu memiliki harga, maka hendaknya menghukuminya dengan harga tukarnya tersebut. Dan dia
berkata,“Apabila uang telah menjadi sebuah harga dan memiliki nilai tersendiri,
maka tidak di perbolehkan untuk memperjual-belikan harga dengan harga sampai
waktu tunda.”
Syaikh islam
Ibnu Taimiyah, juga menegaskan bahwa ketentuan harga tidak hanya terbatas pada
emas dan perak, melaikan semuanya dikembalikan kepada tradisi dan penggunaan
istilah yang berlakukan.
Dia berkata
lagi,”Adapun Dirham dan Dinar tidak di ketahui memiliki batas(harga) secara
alami dan syar’i, melainkan di kembalikan pada tradisi dan penggunaan istilah
yang di berlakukan. Karna semua itu tidak berkaitan dengan tujuannya
adalah sebagai standar(harga) dalam
melakukan suatu transaksi.
Dalam
masalah ini para Ulama telah membicarakannya dan terjadi perbedaan pendapat di
antara mereka menjadi dua pendapat :
Pertama : Tidak ada kewajiban zakat
pada uang yang dimiliki oleh seseorang kecuali jika diniatkan untuk modal usaha
dagang. Jika diperuntukkan sebagai uang nafkah atau disiapkan untuk pernikahan,
atau yang semisalnya maka tidak ada zakatnya.
Kedua : Ada kewajiban zakat pada
setiap mata uang (uang kertas) yang dimiliki atau dikumpulkan oleh seseorang
dari hasil keuntungan usaha dagang atau hasil sewa rumah atau hasil gaji atau
yang semisalnya, dengan syarat uang itu telah mencapai nishâb dan berputar
selama satu tahun hijriyah. Kewajiban zakat ini tanpa membedakan, apakah uang
yang dikumpulkan itu diniatkan untuk modal usaha dagang atau untuk nafkah atau
untuk pernikahan, atau tujuan lainnya.
Diantara dalil-dalil pendapat kedua
ini adalah keumuman firman Allâh Azza wa Jalla :
õè{ô`ÏBöNÏlÎ;ºuqøBr&Zps%y|¹öNèdãÎdgsÜè?NÍkÏj.tè?ur$pkÍ5Èe@|¹uröNÎgøn=tæ(¨bÎ)y7s?4qn=|¹Ö`s3yöNçl°;3ª!$#urììÏJyíOÎ=tæÇÊÉÌÈ
103. ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.
[658]
Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang
berlebih-lebihan kepada harta benda
[659]
Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan
memperkembangkan harta benda mereka.
Demikian
pula berdasarkan keumuman sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
Mu’adz bin Jabal z saat beliau mengutusnya ke negeri Yaman :
أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِيْ أَمْوَالِهِمْ
تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
Ajarkan kepada mereka bahwasanya
Allâh telah mewajibkan atas mereka zakat pada harta-harta yang mereka miliki
yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dibagikan kepada orang-orang
fakir mereka.” [HR. Bukhâri dan Muslim, dari Ibnu ‘Abbâs
Radhiyallahu anhuma]
Dan
uang termasuk harta benda yang secara umum terkena kewajiban zakat, karena uang
dengan berbagai jenisnya yang beredar pada saat ini dan berlaku secara umum
pada muamalah kaum Muslimin, telah menggantikan posisi emas (dinar) dan perak
(dirham) yang dipungut zakatnya pada masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam . Uang sebagai pengganti emas (dinar) dan perak (dirham) menjadi tolak
ukur dalam menilai harga suatu barang sebagaimana halnya dinar dan dirham pada
masa itu.
B. SYARAT
WAJIBNYA ZAKAT UANG
Setiap
mata uang (uang kertas) yang berlaku di negara mana pun, baik berupa rupiah,
riyal, dolar, yen, ringgit atau selainnya baik disimpan maupun tidak wajib dikeluarkan zakatnya jika telah memenuhi
dua syarat sebagaimana zakat emas dan perak. Dua syarat tersebut ialah :
Pertama : Ttelah mencapai nishâb,
yaitu senilai nishâb emas (20 dinar/85 gram emas murni), atau senilai nishâb
perak (200 dirham/595 gram perak murni).
Kedua : Harta senishâb (atau lebih)
itu telah berputar selama satu tahun hijriyah sejak dimiliki. Sedangkan kadar
zakatnya adalah sebesar 2,5 % (dua setengah persen).
Kewajiban zakat atas uang kertas itu
diqiyaskan dengan kewajiban zakat pada emas dan perak. Karena ada kesamaan
‘illat (sebab hukum) pada keduanya (uang kertas dengan emas-perak). Illatnya
adalah sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga
(ats-tsamaniyyah). ‘Illat ini adalah ‘illat yang disimpulkan (‘illat istinbath)
dari berbagai hadits yang mengisyaratkan adanya sifat sebagai mata uang
(an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah), yang menjadi landasan
kewajiban zakat pada emas dan perak. Di antaranya hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam :
فَهَاتُوا صَدَقَةَ الرِّقَةِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمٌ
Maka datangkanlah (bayarlah) zakat
riqqah (perak yang dicetak sebagai mata uang), yaitu dari setiap 40 dirham
(zakatnya) 1 dirham. (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ahmad, dari Ali bin
Abi Thâlib Radhiyallahu anhuma).
Penyebutan
kata “riqqah” (perak yang dicetak sebagai mata uang) dalam hadits di atas dan
bukan dengan kata fidhdhah (perak) menunjukkan adanya sifat sebagai mata uang
(an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah). Dan sifat ini tak hanya
terwujud pada perak atau emas yang dijadikan mata uang, tapi juga pada uang
kertas yang berlaku sekarang, meski ia tidak ditopang dengan emas atau perak.
Maka uang kertas sekarang wajib dizakati, sebagaimana wajibnya zakat pada emas
dan perak.
Oleh
karena itu, siapa saja yang mempunyai uang yang telah memenuhi dua syarat di
atas, yaitu mencapai nishâb dan telah berputar selama satu tahun hijriyah, maka
wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 % (dua setengah persen) dari total uang
yang dimiliki.
C. STANDAR NISHAB ZAKAT UANG KERTAS
Sebagian
Ulama di zaman sekarang berpendapat bahwa yang jadi patokan dalam zakat mata
uang (uang kertas) adalah nishâb perak. Karena inilah yang bisa menggabungkan
antara nishâb emas dan perak. Demikian juga, dengan menggunakan nishâb perak
akan lebih bermanfaat bagi orang-orang fakir miskin.
Ada pula diantara para Ulama yang berpendapat bahwa yang dijadikan patokan dalam zakat mata uang (uang kertas) adalah nishâb emas. Di antara alasan mereka adalah sebagai berikut :
Ada pula diantara para Ulama yang berpendapat bahwa yang dijadikan patokan dalam zakat mata uang (uang kertas) adalah nishâb emas. Di antara alasan mereka adalah sebagai berikut :
1) Nilai
perak telah berubah setelah zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
zaman-zaman sesudahnya. Hal ini berbeda dengan emas yang nilainya terhitung
stabil.
2) Jika disetarakan dengan nishâb emas, maka itu
akan setara atau mendekati nishâb zakat lainnya seperti nishâb pada binatang
ternak (onta, sapi dan kambing). Nishâb zakat onta adalah 5 ekor, nishâb pada
zakat kambing adalah 40 ekor, dan yang semisalnya.
Dari
dua pendapat di atas, saya (pembuat makalah) lebih cenderung dan memilih
pendapat kedua yang menggunakan standar nishâb emas untuk zakat mata uang (uang
kertas) karena alasannya yang begitu kuat. Demikian pula karena mengingat
meningkatnya standar biaya hidup dan melonjaknya berbagai kebutuhan. [Lihat
al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili].
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Menurut
Ala’uddin Az-Za’tari ia berpendapat di dalam bukunya An-nukud, wadza’ifuha
al asasiyah wa ahkamuha asy-syar’iyyah, dia berpendapat mengenai uang kertas dalam
lima pendapat:
1) uang
kertas sebagai dokumen (surat) pengakuan utang dari pihak yang mengeluarkannya.
2) Uang
kertas adalah harta benda perniagaan dan barang dagangan.
3) Uang
kertas di samakan dengan fulus(uang
logam)selain emas dan perak (seperti tembaga, nikel dll).
4) Uang
kertas merupkan cabang dari uang emas dan perak.
5) Uang
kertas adalah mata uang yang bersifat indenpenden(mandiri)
Dan
uang termasuk harta benda yang secara umum terkena kewajiban zakat, karena uang
dengan berbagai jenisnya yang beredar pada saat ini dan berlaku secara umum
pada muamalah kaum Muslimin, telah menggantikan posisi emas (dinar) dan perak
(dirham) yang dipungut zakatnya pada masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam . Uang sebagai pengganti emas (dinar) dan perak (dirham) menjadi tolak
ukur dalam menilai harga suatu barang sebagaimana halnya dinar dan dirham pada
masa itu.
Kewajiban zakat atas uang kertas itu
diqiyaskan dengan kewajiban zakat pada emas dan perak. Karena ada kesamaan
‘illat (sebab hukum) pada keduanya (uang kertas dengan emas-perak)
DAFTAR
PUSTAKA
Sabik
,sayid,sahih fiqih sunnah,pustaka azzam anggota ikapi dki jakarta,2007
https//almanhaj.or.id.22.35,06.12.2016,
No comments:
Post a Comment