Wednesday, 20 June 2018

MAKALAH FIQIH ZAKAT UANG

KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, dengan berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah fiqih zakat yang pembahsanya zakat uang.
Shalawat dan salam tetap tercurah kepada roh junjungan alam, yakni Nabi besar Muhammad SAW. Yang telah bersusah payah memperjuangkan agama Islam di muka bumi ini, sehingga kita umat Muslim pada saat ini dapat merasakan manisnya nikmat Islam dan Iman.
Semoga dari hasil penulisan makalah ini dapat menambah wawasan kita. Terutama bagi kami pemakalahdan umumnya bagi teman-teman sekalain. Kami berharap dengan hasil makalah ini dapat diamalkan di dalam kehidupan kita yang berkecimpung di dalam area kehidufan kita ini.
Kami berharap juga masukan, kritikan, dan saran dari teman-teman sekalian untuk menjadikan makalah ini lebih sempurna dan bisa di pegang sebagai rujukan kita bersama.
Kepada ibu/bapak dosen dan teman-teman sekalian jika terdapat kesalahan dalam penulisan maupun dalam kesalahan penyajian makalah yang tidak berkenan dengan perspektif teman-teman sekalian,maka kami meminta maaf  yang sebesar besarnya atas kesalahan kami dan kami mohon semoga dapat di maafkan.




Pekanbaru, 9  Desember 2016


Pemakalah







DAFTAR ISI

Kata pengantar .........................................................................................................................
Daftar isi .....................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULAN
1.      Latar belakang ..............................................................................................................
2.      Rumusan masalah .........................................................................................................
3.      Batasan masalah.............................................................................................................

BAB II
PEMBAHASAN
A.    ZAKAT UANG .............................................................................................................
B.     SYARAT WAJIBNYA ZAKAT UANG.....................................................................
C.    . STANDAR NISHAB ZAKAT UANG KERTAS.....................................................
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................











BAB I
PENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG

Zakat merupakansalahsaturukun Islam yang ketiga, zakat merupakansuatuibadah yang paling pentingkerap kali dalam Al-Qur’an, Allah menerangkan zakat beriringandenganmenerangkanshalat.Padadelapanpuluhduatempat Allah menyebut zakat beriringandenganurusanshalatinimenunjukanbahwa zakat danshalatmempunyaihubungan yang rapatsekalidalamhalkeutamaannyashalatdipandangseutama-utamaibadahbadaniyah zakat dipandangseutama-utamaibadahmaliyah.Zakat merupakansalahsaturukun Islam, danmenjadisalahsatuunsurpokokbagitegaknyasyariat Islam.Olehsebabituhukum zakat adalahwajib (fardhu) atassetiapmuslim yang telahmemenuhisyarat-syarattertentu. Zakat termasukdalamkategoriibadah (sepertishalat, haji, danpuasa) yang telahdiatursecararincidan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, sekaligusmerupakanamalsosialkemasyarakatandankemanusiaan yang dapatberkembangsesuaidenganperkembanganumatmanusia.
Seluruh ulama Salaf dan Khalaf menetapkan bahwa mengingkari hukum zakat yakni mengingkari wajibnya menyebabkan di hukum kufur. Karena itu kita harus mengetahui definisi dari zakat, harta-harta yang harus dizakatkan, nishab- nishab  zakat, tata cara pelaksanan zakat dan berbagai macam zakat.
2.      RUMUSAN MASALAH

1)      Apa hukum zakat uang?
2)      Apa hukum zakat uang menurut ulama?
3)      Bagai mana nisab zakat uang?

3.      BATASAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas saya hanya membahas tengtang zakat uang, semoga  bermaampaat bagi kita semua, dan jikalau ada kesalahan saya sebagai pemakalah mintaaf, dan semoga makalah ini dapat di gunakan dalam kehidupan kita sehari-hari.






                                                       
BAB II
PEMBAHASAN
A.    ZAKAT UANG KERTAS
Seiring sedikitnya orang yang menggunakan uang logam  (uang, emas dan perak) pada masa sekarang dalam berbagai transaksinya, dan telah menggantikan pola transaksinya  dengan menggunakan uang kertas yang bisa di kenal dengan dengan sebutan banknote, para ahli fiqih pun menemui kesulitan dalam proses konversi (penyusuaian/adaption) uang kertas tersebut dalam perspektif hukum fiqih.
Menurut Ala’uddin Az-Za’tari ia berpendapat di dalam bukunya An-nukud, wadza’ifuha al asasiyah wa ahkamuha asy-syar’iyyah,  dia berpendapat mengenai uang kertas dalam lima pendapat:
1.      uang kertas sebagai dokumen (surat) pengakuan utang dari pihak yang mengeluarkannya.
Meraka mengklaim, bahwa ini adalah kedudukan yang sebenarnya,sesuai dengan bentuk pernyataan pengakuan uatng yang tercatat pada setiap uang kertas (jumlah nominal). Mereka memberlakukan hukum uang kertas sama dengan hukum transaksi utang.
Apabila uang kertas ini meruakan dokumen pengakuan utang, maka tidak boleh memperjual-belikannya secara utang. Karena para ulama telah berspakat bahwa tidak boleh melakukan transaksi jual-beli dalam bentuk utang dengan utang. Meskipun uang kertas telah dibacking dengan emas atau perak, maka tetep asalnya tidak boleh di perjual-belikan, karena di dalam jual belia di syaratkan adanya serah terima di tempat transaksi, adapun di sini tidak ada proses serah terima.
2.      Uang kertas adalah harta benda perniagaan dan barang dagangan.
Mereka mengklaim, bahwa uang kertas  ini sebagai harta yang memilki nilai dan dapat di manfaatkan untuk berbagai kebutuhan, berlaku juga pada uang kertas ini hukum supply and demand (penawaran dan permintaan) karna terdapat nilainya.
3.      Uang kertas di samakan dengan  fulus(uang logam)selain emas dan perak (seperti tembaga, nikel dll)
Sebagain ulama mengatakan, bahwa uang ini menyerupai mata uang biasa (uang logam emas dan perak) yang di dasarkan pada nilainya pada kebiasaan yang berlaku.
Uang ini di lihat dari dua sisi: sisi asalnya adalah barang dagangan, karena terbuat dari tembaga, nikel,dll, sehingga barang yang dapat diperjual-belikan. Dan dari sisi tujuanya, yaitu nilai atau haraganya.
Adapun dari sisi asalnya, maka teradapat kekurangan (negatif) dalam proses hukum fikih, dan dari segi  nilai atau harganya, maka ia menemui kesulitan, yaitu adanya perbedaan uang logam (uang emas dan perak) dengan uang kertas berbagai segi, diantara hal yang menghalangi persamaan uaang kertas dengan uang logam yaitu rendahnya nilai dan kurangsepadannya substansi materi uang tersebut.
4.      Uang kertas merupkan cabang dari uang emas dan perak
Sebagian ulama mengatakan “uang kertas sebagai ganti dari keduanya, mereka berlandasan bahwa pengeluaran uang kertas harus  dibacking dengan emas atau perak. Apabila mata uang  telah di backig dengan emas, maka hukumnya seperti hukum emas, dan apabila dibacking dengan perak, maka hukumnya sama dengan perak.
Adapun sisi negatif  dalam proses konversi ke dalam hukum fiqih, adalah bahwa pada masa sekarang ini tidak ada dua mata uang yang sama nilainya, sekalipun berasal dari satu jenis, misalnya emas.
Kemudian, sekalipun uang kertas di berlakukan backig secara sempurna dari emas atau perak, maka itu di tolak dan tidak dapat di berlakukan sesuai realita yang ada, karna nilai jual suatu mata uang berdasarkan pada kekuatan perekonomian suatu negara dan kebijakan politik pemerintah.
5.      Uang kertas adalah mata uang yang bersifat indenpenden(mandiri)
Sebagain ulama mengemukakan alasannya, bahwa setiap uang memiliki nilainya tersendiri yang di gunakan manusia sesuai fungsi uang itu sendiri. Uang mendominasi sebagai instrumen nilai tukar, hingga berlaku sebagai alat pembayaran. Terlebih lagi dalam syariat tidak dibenarkan untuk membatasi harga emas dan perak.
Syaikh islam Ibnu Taimiya menyatakan bahwa kalau saja manusia sepakat untuk menjadikan sesuatu memiliki harga, maka hendaknya menghukuminya  dengan harga tukarnya tersebut. Dan dia berkata,“Apabila uang telah menjadi sebuah harga dan memiliki nilai tersendiri, maka tidak di perbolehkan untuk memperjual-belikan harga dengan harga sampai waktu tunda.”
Syaikh islam Ibnu Taimiyah, juga menegaskan bahwa ketentuan harga tidak hanya terbatas pada emas dan perak, melaikan semuanya dikembalikan kepada tradisi dan penggunaan istilah yang berlakukan.
Dia berkata lagi,”Adapun Dirham dan Dinar tidak di ketahui memiliki batas(harga) secara alami dan syar’i, melainkan di kembalikan pada tradisi dan penggunaan istilah yang di berlakukan. Karna semua itu tidak berkaitan dengan tujuannya adalah  sebagai standar(harga) dalam melakukan suatu transaksi.


Dalam masalah ini para Ulama telah membicarakannya dan terjadi perbedaan pendapat di antara mereka menjadi dua pendapat :
Pertama : Tidak ada kewajiban zakat pada uang yang dimiliki oleh seseorang kecuali jika diniatkan untuk modal usaha dagang. Jika diperuntukkan sebagai uang nafkah atau disiapkan untuk pernikahan, atau yang semisalnya maka tidak ada zakatnya.
Kedua : Ada kewajiban zakat pada setiap mata uang (uang kertas) yang dimiliki atau dikumpulkan oleh seseorang dari hasil keuntungan usaha dagang atau hasil sewa rumah atau hasil gaji atau yang semisalnya, dengan syarat uang itu telah mencapai nishâb dan berputar selama satu tahun hijriyah. Kewajiban zakat ini tanpa membedakan, apakah uang yang dikumpulkan itu diniatkan untuk modal usaha dagang atau untuk nafkah atau untuk pernikahan, atau tujuan lainnya.
Diantara dalil-dalil pendapat kedua ini adalah keumuman firman Allâh Azza wa Jalla :
õè{ô`ÏBöNÏlÎ;ºuqøBr&Zps%y|¹öNèdãÎdgsÜè?NÍkŽÏj.tè?ur$pkÍ5Èe@|¹uröNÎgøn=tæ(¨bÎ)y7s?4qn=|¹Ö`s3yöNçl°;3ª!$#urììÏJyíOŠÎ=tæÇÊÉÌÈ
103. ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

[658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda
[659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
Demikian pula berdasarkan keumuman sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal z saat beliau mengutusnya ke negeri Yaman :
أَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِيْ أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
Ajarkan kepada mereka bahwasanya Allâh telah mewajibkan atas mereka zakat pada harta-harta yang mereka miliki yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir mereka.” [HR. Bukhâri dan Muslim, dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma]
Dan uang termasuk harta benda yang secara umum terkena kewajiban zakat, karena uang dengan berbagai jenisnya yang beredar pada saat ini dan berlaku secara umum pada muamalah kaum Muslimin, telah menggantikan posisi emas (dinar) dan perak (dirham) yang dipungut zakatnya pada masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Uang sebagai pengganti emas (dinar) dan perak (dirham) menjadi tolak ukur dalam menilai harga suatu barang sebagaimana halnya dinar dan dirham pada masa itu.
B.     SYARAT WAJIBNYA ZAKAT UANG

Setiap mata uang (uang kertas) yang berlaku di negara mana pun, baik berupa rupiah, riyal, dolar, yen, ringgit atau selainnya baik disimpan maupun tidak  wajib dikeluarkan zakatnya jika telah memenuhi dua syarat sebagaimana zakat emas dan perak. Dua syarat tersebut ialah :
Pertama : Ttelah mencapai nishâb, yaitu senilai nishâb emas (20 dinar/85 gram emas murni), atau senilai nishâb perak (200 dirham/595 gram perak murni).
Kedua : Harta senishâb (atau lebih) itu telah berputar selama satu tahun hijriyah sejak dimiliki. Sedangkan kadar zakatnya adalah sebesar 2,5 % (dua setengah persen).
Kewajiban zakat atas uang kertas itu diqiyaskan dengan kewajiban zakat pada emas dan perak. Karena ada kesamaan ‘illat (sebab hukum) pada keduanya (uang kertas dengan emas-perak). Illatnya adalah sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah). ‘Illat ini adalah ‘illat yang disimpulkan (‘illat istinbath) dari berbagai hadits yang mengisyaratkan adanya sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah), yang menjadi landasan kewajiban zakat pada emas dan perak. Di antaranya hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فَهَاتُوا صَدَقَةَ الرِّقَةِ مِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ دِرْهَمًا دِرْهَمٌ
Maka datangkanlah (bayarlah) zakat riqqah (perak yang dicetak sebagai mata uang), yaitu dari setiap 40 dirham (zakatnya) 1 dirham. (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ahmad, dari Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhuma).
Penyebutan kata “riqqah” (perak yang dicetak sebagai mata uang) dalam hadits di atas dan bukan dengan kata fidhdhah (perak) menunjukkan adanya sifat sebagai mata uang (an-naqdiyah) dan sebagai harga (ats-tsamaniyyah). Dan sifat ini tak hanya terwujud pada perak atau emas yang dijadikan mata uang, tapi juga pada uang kertas yang berlaku sekarang, meski ia tidak ditopang dengan emas atau perak. Maka uang kertas sekarang wajib dizakati, sebagaimana wajibnya zakat pada emas dan perak.
Oleh karena itu, siapa saja yang mempunyai uang yang telah memenuhi dua syarat di atas, yaitu mencapai nishâb dan telah berputar selama satu tahun hijriyah, maka wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 % (dua setengah persen) dari total uang yang dimiliki.

C. STANDAR NISHAB ZAKAT UANG KERTAS
Sebagian Ulama di zaman sekarang berpendapat bahwa yang jadi patokan dalam zakat mata uang (uang kertas) adalah nishâb perak. Karena inilah yang bisa menggabungkan antara nishâb emas dan perak. Demikian juga, dengan menggunakan nishâb perak akan lebih bermanfaat bagi orang-orang fakir miskin.
Ada pula diantara para Ulama yang berpendapat bahwa yang dijadikan patokan dalam zakat mata uang (uang kertas) adalah nishâb emas. Di antara alasan mereka adalah sebagai berikut :
1)      Nilai perak telah berubah setelah zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan zaman-zaman sesudahnya. Hal ini berbeda dengan emas yang nilainya terhitung stabil.
2)       Jika disetarakan dengan nishâb emas, maka itu akan setara atau mendekati nishâb zakat lainnya seperti nishâb pada binatang ternak (onta, sapi dan kambing). Nishâb zakat onta adalah 5 ekor, nishâb pada zakat kambing adalah 40 ekor, dan yang semisalnya.
Dari dua pendapat di atas, saya (pembuat makalah) lebih cenderung dan memilih pendapat kedua yang menggunakan standar nishâb emas untuk zakat mata uang (uang kertas) karena alasannya yang begitu kuat. Demikian pula karena mengingat meningkatnya standar biaya hidup dan melonjaknya berbagai kebutuhan. [Lihat al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili].

















BAB III

PENUTUP


KESIMPULAN
Menurut Ala’uddin Az-Za’tari ia berpendapat di dalam bukunya An-nukud, wadza’ifuha al asasiyah wa ahkamuha asy-syar’iyyah,  dia berpendapat mengenai uang kertas dalam lima pendapat:
1)      uang kertas sebagai dokumen (surat) pengakuan utang dari pihak yang mengeluarkannya.
2)      Uang kertas adalah harta benda perniagaan dan barang dagangan.
3)      Uang kertas di samakan dengan  fulus(uang logam)selain emas dan perak (seperti tembaga, nikel dll).
4)      Uang kertas merupkan cabang dari uang emas dan perak.
5)      Uang kertas adalah mata uang yang bersifat indenpenden(mandiri)

Dan uang termasuk harta benda yang secara umum terkena kewajiban zakat, karena uang dengan berbagai jenisnya yang beredar pada saat ini dan berlaku secara umum pada muamalah kaum Muslimin, telah menggantikan posisi emas (dinar) dan perak (dirham) yang dipungut zakatnya pada masa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Uang sebagai pengganti emas (dinar) dan perak (dirham) menjadi tolak ukur dalam menilai harga suatu barang sebagaimana halnya dinar dan dirham pada masa itu.
 Kewajiban zakat atas uang kertas itu diqiyaskan dengan kewajiban zakat pada emas dan perak. Karena ada kesamaan ‘illat (sebab hukum) pada keduanya (uang kertas dengan emas-perak)



















DAFTAR PUSTAKA

Sabik ,sayid,sahih fiqih sunnah,pustaka azzam anggota ikapi dki jakarta,2007

https//almanhaj.or.id.22.35,06.12.2016,

No comments:

Post a Comment