KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt, tuhan seluruh alam. Tidak ada alasan
bagi kita untuk tidak bersyukur kepada-Nya atas beragam nikmat yang telah dianugrahkan kepada kita,
diantaranya adalah nikmat iman dan Islam.
Shalawat dan salam
tetaplah tercurahkan kepada Rasulullah Saw, penutup para Nabi dan Rasul yang telah menjelaskan agama
Islam secara kaffah. Limpahan shalawat serta salam semoga juga tercurahkan
kepada keluarga, para sahabat, serta pengikut beliau hingga datang hari kiamat.
Kita ketahuilah
bersama bahwa di dalam islam kita wajibkan
untuk berzakat dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan,zakat juga
merupakan salah satu perjuangan bagi umat islam untuk
memperluas ajaran agama islam. Akan tetapi, realita di lapangan menunjukkan masih banyak umat Islam yang
belum memahami konsep berzakat islam secara
utuh.
Bila ada terdapat
kesalahan dalam pemberian pemahaman, dan
penulisan dalam makalah yang saya
tulis ini maka saya meminta maaf kepada para pembaca sebelumnya.
Semoga makalah saya
ini dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan yang dapat bermanfaat
bagi kita sebagai tambahan dalam pembelajaran fiqih zakat ini.
PEKANBARU,9 DESEMBER 2019
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat merupakan
suatu kewajiban bagi umat Islam yang digunakan untuk membantu masyarakat lain,
menstabilkan ekonomi masyarakat dari kalangan bawah hingga kalangan atas,
sehingga dengan adanya zakat umat Islam tidak ada yang tertindas karena zakat
dapat menghilangkan jarak antara si kaya dan si miskin. Oleh karena itu, zakat
sebagai salah satu instrumennegara dan juga sebuah tawaran solusi untuk
menbangkitkan bangsa dari keterpurukan. Zakat juga sebuah ibadah mahdhah yang
diwajibkan bagi orang-orang Islam, namun
diperuntukan bagi kepentingan seluruh masyarakat.
Zakat merupakan suatu ibadah yang
dipergunakan untuk kemaslahatan umat sehingga dengan adanya zakat(baik zakat
fitrah maupun zakat maal) kita dapat mempererat tali silaturahmi dengan sesama
umat Islam maupun dengan umat.
“Dan, celakalah bagi
orang yang menyekutukannya, yaitu orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan
mereka ingkar terhadap kehidupan akhirat.”(QS.Fushilat{41}:6-7)
Ayat di atas sangat jelas untuk
wajibnya membayar zakat dan para pemikir ekonomi islam mendefenisikan zakat
sebagaiharta yang telah di tetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang
sehingga zakat itu dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan delapan golongan yang
telah di tentukan oleh Al-qur’an serta untuk memenuhi tuntutan politik bagi
keuangan islam.
2. Rumusan Masalah
a. Apa penyebab rendahnya berzakat di kalangan orang kaya?
b. Apa masalah yang timbul apabila orang tidak mau berzakat?
c. Solusi apa untuk menyelesaikan masalah minim kesadaran berzakat?
BAB II
MENINGKATKAN KESADARAN ORANG KAYA UNTUK BERZAKAT
A.
Rendahnya
zakat orang kaya
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي اْلأُ مِّـــِّيـْنَ رَسُولاً مِنـْهُمْ
يَـتْـلُوْ عَلَـيْهِمْ آ يَاتِهِ وَيـُزَكِّيـْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ
وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوْا مِنْ قَبـْلُ لَـفِيْ ضَلاَلٍ مُبـِيـْنٍ.{الجمعة:2}
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf
seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan
mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah).Dan
sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. (Q.S.
62:2).
Sebagian besar masyarakat Indonesia
merupakan orang-orang yang berpenghasilan cukup, namun kesadarannya dalam
mengeluarkan zakat belum muncul.Bagaimanapun juga zakat merupakan pemindahan
kekayaan dari yang kaya kepada yang miskin dengan tujuan supaya ada hubungan
antara si kaya dan si miskin yaitu saling tolong menolong.Faktor-faktor yang menjadi
penyebab rendahnya berzakat di kalangan orang mampu diantaranya sebagai berikut[1].
a.
Tidak faham mengenai zakat
Tidak memahami zakat dan manfaat
berzakat merupakan salah satu faktor utama bagi orang-orang kaya yang tidak
terlalu mengenal agama. Mereka hanya
tahu hal yang bersifat keduniawian, sehingga mereka tidak memiliki
kesadaran untuk berzakat. Tidak mungkin orang melakukan sesuatu tanpa
mengetahui dasarnya. Kebanyakan orang tahu mengenai zakat, tetapi yang
diketahui hanya sebatas zakat fitrah
bukan zakat yang lain. Pembayaran zakat fitrah yang mereka lakukan bisa jadi
hanya karena kebiasaan yang sering dilakukan di akhir bulan Ramadhan sehingga
menjadi adat yang harus ditunaikan.
Ketidakfahaman terhadap manfaat zakat membuat rasa takut akan kehilangan
harta setelah mengeluarkan zakat dan akan jatuh miskin. Padahal dengan
mengeluarkan zakat hati akan terasa tenang, tentram, bersih, dan yang tidak
kalah pentingnya zakat merupakan cerminan orang yang melakukan zakat. Selain
mendapat manfaat kerohanian terdapat manfaat secara jasmani atau fisik yaitu
terjaga dan terpeliharanya harta dari incaran mata dan tangan para pedosa dan
pencuri. Nabi bersabda:
“Peliharalah harta-harta kalian
dengan zakat, obatilah orang-orang sakit kalian dengan sedekah dan persiapkan
do’a untuk (menghadapi) malapetaka.
Harta yang dimiliki akan terjaga
karena zakat bukan karena disimpan di Bank. Untuk apa kaya apabila tidak
berbagi. Harta hanya titipan yang Kuasa di dunia, mati tidak akan pernah dibawa
yang ada di akhirat ditanya harta titipan itu dipergunakan untuk apa. Orang
sakitpun obatnya karena bersedekah, karena sedekah akan menyuckian jiwa,
merasakan apa yang orang lemah rasakan.[2]
وَالَّذِينَيَكْنِزُونَالذَّهَبَوَالْفِضَّةَوَلاَيُنفِقُونَهَافِيسَبِيلِاللّهِفَبَشِّرْهُمبِعَذَابٍأَلِيمٍ.
يَوْمَيُحْمَىعَلَيْهَافِينَارِجَهَنَّمَفَتُكْوَىبِهَاجِبَاهُهُمْوَجُنوبُهُمْوَظُهُورُهُمْهَـذَامَاكَنَزْتُمْلأَنفُسِكُمْفَذُوقُواْمَاكُنتُمْتَكْنِزُونَ
Artinya: "Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allâh, maka
beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dahi,
lambung dan punggung mereka dibakar dengannya, (lalu dikatakan) kepada mereka:
“Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah
sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (QS. at-Taubah/9:34-35)
Begitu banyak manfaat yang
didapatkan ketika seseorang membayarkan zakat, tapi masih banyak yang belum
sadar dan memiliki keinginan untuk membayar zakat. Dengan diberi pengetahuan
melalui pengajian, tauladan dan juga bujukan akan membuat orang kaya terbuka
hatinya untuk membayar zakat. Usaha tidak cukup, tetapi harus diiringi do’a
dari orang-orang yang sudah sadar akan membayar zakat yang nantinya untuk
kepentingan umat sendiri dalam rangka menolong orang miskin yang berada
disekitar.
c.
Masih terdapat silang pendapat di antara para ulama dalam zakat profesi
Dalam menghukumi zakat profesi para
ulama masih terjadi perbedaan pendapat.Ada sebagian ulama yang mengatakan
hukumnya wajib dan ada yang mengatakan tidak wajib. Ulama yang mengatakan
wajib, karena di qiyas kan dengan zakat pertanian. Begitu pertanian panen dan
telah memenuhi nishabnya maka wajib berzakat tanpa harus menunggu haul (tahun).
Sementara para ulama yang mengatakan zakat profesi tidak wajib karena mereka
berpedoman di dalam dalil tidak ada.Padahal hasil dari zakat profesi lebih
besar dari pada hasil pertanian.
Akan terasa aneh apabila profesi
petani diwajibkan untuk berzakat dan profesi yang menghasilkan uang lebih
banyak tidak diwajibkan untuk membayar zakat. Memang di dalam dalil tidak ada,
tetapi sesuai dengan perkembangan zaman masalah akan semakin kompleks dan
perkembangan akan lebih banyak, maka para ulama diberi kekuasaan untuk meng
qiyas kan masalah yang belum ada hukumnya dengan hukum yang telah ada. Apabila
tidak dilakukan akan terjadi ketidakseimbangan antara golongan kaya dan
golongan miskin.
d.
Tidak adanya kesadaran
Meskipun usaha sebesar apapun
dilakukan, apabila kesadaran belum tumbuh pada diri seseorang tetap akan terasa
sulit dan menimbulkan rasa tidak memiliki beban dalam pembayaran zakat. Manfaat
zakat sudah diberikan oleh Allah kepada yang mau membayar zakat dan akan
diberikan ancaman bagi orang yang tidak mau membayar zakat, namun hal ini tidak
akan memiliki arti apa-apa apabila orang yang tidak mau membayar zakat tidak
memiliki kesadaran. Kesadaran tumbuh dari dalam hati yang tidak dapat
dipaksakan oleh siapapun[3].
Pantas jika Rasulullah Saw bersabda:
ثَلاَثُمُهْلِكَاتٍسَخُّمُطَاعٌوَهُوَاءٌمُتَّبَاعٌوَاِعْجَابُالْمَرْءِبِنَفْسِهِ
“tiga hal yang dapat merusak kehidupan manusia. Yakni kikir yang
dituruti, nafsu yang diikuti, serta merasa benar dengan pendapat sendiri”
Orang-orang seolah-olah tidak merasa
berdosa tatkala meninggalkannya dan belum merasakan kepuasan batin setelah
menjalankannya.Tidak seperti haji, zakat belum memperoleh apresiasi yang tinggi
dari masyarakat, padahal secara sepintas haji tidak memiliki pengaruh apa-apa
terhadap kehidupan sosial, berbeda dengan zakat. Ketika seseorang yang mampu
mengeluarkan zakat, maka masyarakat miskin akan mendapatkan manfaatnya yaitu
menerima zakat tersebut dan akan merasa terbantu, sedangkan haji seakna akan
hanya untuk kepentingan yang berhaji saja, karena orang yang haji akan
mendapatkan penghargaan dari masyarakat yang dianggap penting kedududkannnya,
sehingga mereka yang lemah enggan terhadapnya.
B.
Masalah
yang timbul apabila orang mampu tidak berzakat
Masalah yang timbul apabila orang
kaya enggan membayar zakatnya kepada orang yang membutuhkan ada dua macam yaitu: Masalah bagi diri
sendiri dan masalah bagi orang lain.
a. Masalah bagi dirinya
sendiri
Masalah bagi pribadi orang yang
enggan melakukan zakat diantaranya: Hati dan jiwanya tidak tenang walaupun
bergelimangan harta, harta yang dimiliki tidak tersucikan, memiliki rasa
berdosa walaupun tidak terasa, tidakmemiliki rasa sosial terhadap sesama, dan
kurangnya rasa syukur.
b. Masalah bagi orang lain
Ketika orang-orang kaya tidak mau
mengeluarkan zakat maka kemiskinan akan merajalela, anak terlantar semakin
banyak, tidak adanya keharmonisan antara si kaya dan si miskin dan negara tidak
akan maj dan lebih baik. Selain hal tersebut ada beberapa hal yang lebih
berbahaya akibat kemiskinan diantaranya dekat dengan kekufuran, kebodohan,
kemerosotan akhlak, kekurangan keamanan masyarakat dan perpecahan umat, dan
halini juga merupakan keslahan dari orang-orang kaya yang tidak mau membagikan
sebagian hartanya kepada orang yang miskin.[4]
4. Solusi untuk
Menyelesaikan Masalah Minimnya Berzakat
Bagaimanapun zakat merupakan
pemindahan kekayaan dari orang kaya kepada orang miskin, dimana hal ini akan
menjadi kecenderungan untuk konsumtif lebih tinggi.selin sebagai pemindahan
harta, zakat juga untuk mensucikan jiwa.
Sumber pendapatan negara dalam sejarah Islam yang pertama adalah
ZIS.Sejarah Islam membuktikan bahwa pengelolaan ZIS secara optimal menjadikan
negara lebih sejahtera, dan rakyat menjadi makmur.Pada masa keemasan Islam,
hutang negara bisa dibayar dengan pengumpulan ZIS, hutang-hutang perseorangan,
budak bisa dibeli dan dimerdekakan.
Indonesia bisa mencontoh usaha Islam
pada masa keemasannya dalam melakukan pengelolaan zakat, supaya pemerintah
sejahtera dan rakyat juga sejahtera yaitu dengan cara merumuskan kembali
aturan-aturan zakat baik dari segi penggalian sumbernya maupun dari segi
pendayagunaan yang dikelola berdasarkan management modern oleh suatu lembaga
resmi dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dan didasarkan pada pemahaman
yang lebih maju dengan memberikan perhatian pada tuntutan perkembangn masa
kini, tetapi berdasarkan pada sumber-sumber ajaran Islam, maka pranata zakat
ini akan tetap ampuh dan tangguh dalam menghadapi permasalahan yang terus
menerjang sesuai dengan perkembangan zaman, mengatasi bahaya kemiskinan, menata
keadialan sosial, dan dapat memberdyakan sosial ekonomi bangsa.
Pada hakikatnya kemiskinan dapat
diatasi dengan pengurangan kadar kemiskinan. Jalan yang dapat ditempuh dalam
pengurangan kemiskinan yang berlandaskan Islam yaitu dengan tagihan zakat dan
bantuan kebijakan serta peranan baitulmaal, dan wakaf.
Dalam ajaran Islam, kekayaan
merupakan suatu anugerah dari Allah dan menuntut manusia untuk banyak
bersyukur. Sementara itu, kemiskinan merupakan suatu musibah yang harus
dihindari dengan berbagai cara.
Peningkatan taraf hidup melalui pembasmian kemiskinan dan pembukaan peluang
pekerjaan amat penting bagi masyarakat yang tidak mampu, oleh karena itu zakat
dapat menjadi teras ekonomi umat dalam pengentasan kemiskinan.Ketika orang yang
berkewajiban membayar zakat tidak mau membayar zakat, pemerintah harus
memberikan kebijakan wajib zakat, bukan hanya wajib pajak. Mulai dari
keterpaksaan suatu hal akan menjadi suatu kebiasaan baik.Selain mewajibkan
zakat pemerintah menata lebih baik lagi mengenai konsep-konsep zakat kalau
memang masalah di negara ini sedikit
demi sedikit terselesaikan.
Badan Amil Zakat, selain menunjukkan
komitmen dan integritas pada manajemen zakat, perlu membangun nuansa sosiologis
yang mampu mendorong gerakan zakat, gerakan yang mampu mendongkrak hati
masyarakat. Jika pada masa Umar bin Khattab, ia akan memerangi orang-orang yang
mengabaikan pembayaran zakat, maka pada masa modern sekarang ini, diperlukan
sistem dan bahkan juga kewibawaan yang mampu mendorong kaum muslim untuk
mengeluarkan zakat[7]. Apabila di masa Khalifah Umar berani tegas dengan
kondisi umat yang seperti itu berarti di masa presiden yang demokratis ini
harus lebih tegas, melihat kondisi negara yang semakin memilukan karena
perkembangan zaman dengan berbagai teknologi yang terus berkembang.
Hal inilah yang perlu ditegaskan
kembali di dalam Islam bukan menjadi seorang pemimpin yang ditakuti oleh
rakyatnya akan tetapi pemimpin yang disegani oleh rakyatnya karena
kewibawaannya dalam memberikan kebijakan untuk kesejahteraan rakyat. Resiko
seorang pemimpin apabila ada sebagian kalangan yang tidak menyukai suatu gaya
kepemimpinan, yang terpenting dalam memimpin tidak pernah keluar dari tata
aturan agama dan negara.
BABIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Hukum Berzakat
Zakat memiliki hukum wajib bagi umat Islam yang memiliki harta sudah mencapai
nishab dan masa kepemilikan mencapai satu tahun dalam kepemilikan penuh.
Apabila terdapat orang Islam memiliki harta tetapi tidak mencapai nishab maka
orang tersebut tidak memiliki kewajiban untuk membayar zakat. Orang yang tidak
mampu membayar zakat akan menjadi orang yang menerima zakat atau disebut dengan
mustahiq zakat.
b. Penyebab Rendahnya Berzakat di Kalangan Orang
Mampu
Faktor-faktor yang menyebabkan orang
kaya masih rendah membayar zakat adalah tidak faham mengenai zakat, rendahnya
kepercayaan para muzakki terhadap pengelola zakat, masih terdapat silang
pendapat di antara para ulama dalam zakat profesi, dan tidak adanya kesadaran.
c. Masalah yang Timbul Apabila Orang
Mampu Tidak Berzakat.
Masalah yang timbul apabila
seseorang tidak mau membayar zakat yaitu: hatinya tidak tentram, hartanya tidak
tersucikan, tidak memiliki rasa syukur, kemiskinan semakin merajalela dan
terjadi ketidakharmonisan antara orang kaya dan orang miskin.
d. Solusi untuk Menyelesaikan
Masalah Minimnya Berzakat.
Untuk menyelesaikan masalah minimnya
berzakat dapat dilakukan dengan cara merumuskan kembali aturan-aturan zakat
baik dari segi penggalian sumbernya maupun dari segi pendayagunaan yang
dikelola berdasarkan management modern oleh suatu lembaga resmi dan mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat dan didasarkan pada pemahaman yang lebih maju
dengan memberikan perhatian pada tuntutan perkembangn masa kini, tetapi
berdasarkan pada sumber-sumber ajaran Islam
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna dalam pembuatan makalah ini, kedepan
penulis akan lebih fokus dan teliti dalam membuat makalah, oleh karena itu
kritik dan saran sangat diperlukan dalam memperbaiki makalah untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ridwan, Muhammad. Manajemen
Baitul Maal wa Tamwil. Yogyakarta: UII Press, 2004.
Al Zuhayly, Wahbah. Zakat Kajian Berbagai Madzab. Bandung: PT
Rossdakarya, 2008.
Hadi Permono, Sjecul. Formula Zakat Menuju Kesejahteraan
Sosial.Surabaya: CV Aulia, 2005.
Wahbah Al Zuhayly. Zakat
Kajian Berbagai Madzab (Bandung: PT Rossdakarya 2008)hal 89
[1]Didin Hafidhuddin. The Power Of
Zakat. (Malang: UIN Malang Press
2008)
[2]Sjechul Hadi Permono. Formula Zakat Menuju Kesejahteraan Sosial (
Surabaya: CV Aulia 2005)
[3]Wahbah Al Zuhayly. Zakat
Kajian Berbagai Madzab (Bandung: PT Rossdakarya 2008)
[4]Muhammad Ridwan. Manajemen Baitul Maal wa Tamwil. ( Yogyakarta:UII
Press 2004) hal 190
No comments:
Post a Comment