BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Zakat
merupakan kewajiban dan ibadah maliyah. Zakat memiliki kedudukan yang sangat
penting dalam islam. Allah mensyariatkan zakat sebagai pembersih harta serta
pensuci jiwa. Zakat berarti tumbuh berkembang karena harta yang dizakati tak
akan berkurang bahkan berkembang pesat dan menjadi sumber keberkahan dari harta
tersebut. Zakat dapat membersihkan hati penunainya dari kotoran kikir, menumbuh
kembangkan hartanya baik secara materi maupun immateri, membangkitkan kesetaraan
antara hamba Allah, sebagai bentuk kepedulian yang kaya kepada yang berhak
menerimanya yang buah akhirnya adalah satunya suara kaum muslimin.
Zakat
wajib bagi mereka agar tumbuh rasa kepedulian dan kebersamaan dengan mereka
yang tak. Kewajiban zakat berlaku sepanjang masa, tidak hanya dizaman nabi
saja. Namun dengan berkembangnya zaman, diera modern ini profesi yang digeluti
oleh manusia tidak lagi seperti dulu yang hanya bercocok tanam dan beternak. Di
era informasi saat ini telah ada beribu bahkan berjuta profesi baru yang belum
pernah kita dengan di era sebelumnya.
Aktivitas
industri pada saat ini merupakan salah satu sumber penghasilan terpenting,
sebagaimana ia merupakan tempat investasi harta yang sangat besar. Adanya
perbedaan pendapat antara para ahli fiqh tentang ketundukan aktivitas industri
ini kepada zakat. Sebahagian ahli fiqh berpendapat bahwa tidak ada zakat dalam
aktivitas tersebut dan sebahagian mereka berpendapat wajib zakat atas aktivitas
tersebut.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari
latar belakang diatas penulis merumuskan masalah bagaimana zakat industri?
C.
TUJUAN MASALAH
Adapun tujuannya supaya kita mengetahui tentang zakat industri
BAB II
PEMBAHSAN
A. Pengertian
dan Dasar Hukum Zakat Industri
Dalam kamus bahasa Indonesia industri adalah
kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan
peralatan, misalnya dengan mesin. Yakni, proses pengolahan bahan baku dan yang
sejenisnya menjadi produk atau menjadi jasa yang mempunyai manfaat dan nilai
tambah.
Allah
SWT berfirman:
وَعَلَّمْنَهُ صَنْعَةَ لَبُوْسٍ لَّكُمْ
لِتُحْصِنَكُمْ مَّنْ بَأْسِكُمْج فَهَلْ
اَنْتُمْ شَا كِرُوْنَ
“Dan
telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara
kamu dalam peperangan; Maka hendaklah kamu bersyukur(kepada Allah).” (QS
Al-Anbiyaa’ [21]: 80)[1]
عَنْ سَمرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ رَضِيَاللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ
اللهِ ص. يَأْ مُرُوْنَا مِنَ الَّذِيْ نُعِدُّهُ لِلْبَيْعِ اَنْ نُخْرِجَ
الصَّدَقَةَ (رواه
أبوداود )
“
Dari Samurah bin Jundub r.a dia berkata: Nabi pernah memerintahkan kami untuk
mengeluarkan zakat dari barang-barang yang kami sediakan untuk dijual. (H.R Abu
Daud)[2]
Selain itu Rasulullah memberikan kabar gembira
bagi orang-orang yang bekerja (aktivitas industri) sekaligus mengandung makna
agar kita melakukan aktivitas tersebut melalui sabdanya:
“Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang mukmin yang bekerja.”(HR
Tirmidzi dan Al-Baihaqi)
Harta
dalam ayat di atas mencakup harta yang diinvestasikan di dalam aktivitas
industri. Allah SWT juga berfirman,
َايُّهَاالَّذِيْنَ اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبَتِ
مَاكَسَبْتُم
“Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.” (QS
Al-Baqarah [2]: 267)[3]
Dari ayat ini, bahwa kita mesti mengeluarkan
dari harta yang baik dan halal untuk dinafkahkan di jalan Allah SWT, yaitu di
antaranya melalui zakat, sedekah, atau infak. Industri adalah termasuk
penghasilan yang baik dan halal selama sumber dan prosesnya tidak keluar dari
syari’at Islam. Selain itu, industri juga di dalamnya merupakan harta
yang berkembang secara riil, sehingga terdapat kewajiban zakat di dalamnya.
Pada zaman sekarang, telah keluar fatwa-fatwa kontemporer
(fatawa mu’ashirah) dan ketetapan dari beberapa ketetapan bersama para ahli
fikih tentang masalah fikih (majma’ al-fiqh) yaitu tentang zakat industri.
Fatwa-fatwa dan ketetapan tersebut menjadikan aktivitas perindustrian tunduk
kepada zakat. Seperti, pada fatwa-fatwa seminar problematika zakat kontemporer
yang pertama, yang diadakan oleh Lembaga Zakat Internasional, Bait Al-Zakat
Kuwait pada bulan Rabi’ul Awal 1409 H. bertepatan pada bulan Oktober 1988 M.
tentang proyek-proyek industri
B. Aspek
Pembahasan Fikih Zakat tentang Zakat Industri
Para ahli fikih kontemporer telah membahas
hukum dan perhitungan zakat aktivitas industri melalui beberapa seminar dan
muktamar yang khusus membahas hal ini. Banyak peneliti yang membahasnya,
sehingga muncul beberapa pendapat:[4]
Pendapat pertama:
Zakat industri diqiyaskan kepada zakat tanah
pertanian dengan pertimbangan bahwa keduanya adalah aset tetap yang
menghasilkan pendapatan berulang-ulang, sehingga diwajibkan zakat atas hasil
produksinya dengan kadar zakat (harga zakat) 5% Modal
yang ditanamkan pada proyek industri diperlakukan sebagaimana harta
perdagangan, sehingga zakat diwajibkan atas harta asal (modal) dengan tambahan
(hasilnya) dengan kadar zakat 2,5%. (seminar problematika zakat kontemporer
pertama, tahun 1409 H./1988 M.).
Pendapat
kedua:
Zakat industri diqiyaskan pada zakat
perdagangan, yang mana aset tetap dan harta yang beredar tunduk kepada zakat
dikurangi tanggungan-tanggungan pembayaran yang kontan dan jangka pendek dengan
perhitungan kadar zakat (harga zakat) sebesar 2,5% (haul kalender Hijriyah).
Ini berarti bertentangan dengan hukum tidak tunduknya barang yang
digunakan untuk diambil penghasilannya (harta tetap) terhadap zakat.
Pendapat
ketiga:
Zakat industri diqiyaskan kepada zakat
perdagangan dengan harta pokok tetap tidak tunduk kepada zakat. Zakat hanya
wajib pada harta yang beredar, yang mana harta tersebut ditentukan dan
dihargai, kemudian dipotong tanggungan kontan dan jangka pendek. Selisih antara
keduanya adalah tempat zakat yang dizakati sebesar 2,5%.
Pengambilan pendapat yang paling kuat
(râjih).Mayoritas ulama kontemporer mengunggulkan pendapat yang ketiga di atas.
C.
Ketentuan Penghitungan Zakat Industri
Dari pembahasan aspek fikih tentang zakat
industri pada bagian pertama, terlihat bahwa terdapat tiga pendapat mengenai
hukum dan penghitungan zakat tersebut. Sekalipun ada pendapat yang lebih
diunggulkan atau râjih oleh kalangan ulama fikih, penulis akan memberikan
masing-masing dasar dan operasional penghitungan.
a. Dasar-dasar
Penghitungan Zakat Aktivitas Industri
1.
Penentuan waktu penghitungan dan pembayaran zakat, baik berdasarkan
kalender Hijriyah maupun kalender Masehi untuk penghitungan haul.
2.
Pembatasan dan penilaian tanggungan untuk dipotongkan kepada harta
zakat.
3.
Penentuan tempat zakat dengan cara mengurangi harta zakat oleh
nilai harga tanggungan.
4.
Menghitung nishab zakat, yaitu seharga 85 gram emas murni.
5.
Membandingkan tempat zakat dengan nishab, jika tempat zakat
mencapai nishab maka zakat dihitung dengan kadar zakat 2,5% jika menggunakan
haul kalender Hijriyah atau 2,575% jika menggunakan haul kalender Masehi.
6.
Menghitung jumlah zakat, dengan cara mengalikan tempat zakat dengan
kadarnya (harga zakat).
7.
Penentuan dan penilaian harta yang diinvestasikan dalam aktivitas
industri yang memenuhi syarat tunduknya harta kepada zakat.
8.
Pembayaran zakat:
a.
Pada proyek industri pribadi, zakat dibayar oleh pemilik
b.
Pada proyek industri perusahaan, zakat dibayar oleh serikat
dan dibagi kepada mereka sesuai dengan persentasi modal mereka.
c.
Pada perusahaan bersaham, zakat ditanggung oleh para pemegang
saham sesuai dengan kepemilikan saham.
b. Penentuan
Status Jenis Harta Industri yang Tunduk dan Tidak Tunduk kepada Zakat.
Pertama, yang
tidak tunduk kepada zakat (tidak wajib zakat):[5]
1.
Aset tak berwujud (abstrak), seperti hak istimewa, hak paten, hak
milik merk yang terdaftar, dan popularitas. Sebab, merupakan harta yang
dimiliki untuk dimanfaatkan dalam proses aktivitas industri.
2.
Aset tetap berwujud atau riil yang digunakan untuk aktivitas
produksi, yaitu tanah, bangunan, peralatan, mesin, kendaraan, dan sebagainya.
Sebab, semuanya adalah harta yang dimiliki untuk digunakan dalam aktivitas
industri.
3.
Penanaman investasi awal, biaya percobaan, pembiayaan sebelum
beroperasi dan yang sejenisnya. Sebab, semuanya bukan harta yang berkembang dan
tidak beredar.
4.
Current Deposit pada bank yang dibekukan tidak tunduk kepada zakat.
5.
Premi Letter of Guarantee tidak wajib zakat
6.
Spare part atau suku cadang yang tidak dijual tidak wajib wajib
zakat, karena berkaitan dengan aset tetap
7.
Alat produksi dan operasional.
Kedua, yang
tunduk kepada zakat (wajib zakat):
1.
Barang dalam aktivitas industri dan dihargai sebagai berikut.
a.
Barang jadi dinilai sesuai harga pasar (harga pabrik). Akan
tetapi, ulama Malikiyah berpendapat bahwa produk tersebut dihargai berdasar
biaya bahan bakunya saja, sedang kelompok lain yang terdiri dari ulama
kontemporer berpendapat bahwa produk tersebut diqiyaskan dengan barang yang
berkembang dalam zakat perdagangan.
b.
Barang yang masih dalam proses produksi dinilai berdasar harga
pasar dari bahan baku secara harga partai atau grosir.
c.
Bahan baku dinilai sesuai dengan harga bahan baku grosir di
pasar.
d.
Spare part atau suku cadang yang disiapkan untuk dijual dihargai
sesuai harga pasar (harga penjualan, bukan harga eceran).
2.
Piutang, nota penerimaan, akad salam, dan qardh hasan, dihargai
sebagai berikut:
a.
Piutang dihargai berdasarkan yang bisa diharapkan pelunasannya.
b.
Nota penerimaan dinilai berdasarkan asas yang baik dan dapat
diharapkan perolehannya.
c.
Akad salam dan perjanjian dihargai berdasarkan asas yang baik
dan diharapkan perolehannya.
d.
Qardh hasan dihargai berdasarkan asas yang baik dan dapat
diharapkan perolehannya.
e.
Current Deposit yang dihutangkan kepada orang lain dihargai
berdasarkan asas yang baik dan dapat diharapkan perolehannya.
3. Harta-harta tunai dan dihargai
sebagai berikut.
a.
Wadi’ah investasi pada bank dihargai berdasarkan saldo tertulis
ditambah laba yang halal jika ada.
b.
Current Deposit pada bank dihargai berdasarkan saldo tertulis.
Kecuali, Current Deposit pada bank yang dibekukan dan Premi Letter of
Guarantee, keduanya tidak wajib zakat.
c.
Uang kas dihargai sesuai dengan harga riil.
c.
Penentuan
Jenis Tanggungan yang akan Mengurangi Harta Zakat Industri
Hukum dan dasar penilaiannya sebenarnya hampir
sama dengan zakat perdagangan. Jenis-jenis tanggungan pembayaran ini mengurangi
harta zakat. Yaitu dengan perincian sebagai berikut.[6]
1.
Utang jangka panjang yang angsurannya jatuh tempo pada tahun
berikutnya setelah penghitungan zakat, karena termasuk harta beredar jangka
pendek.
2. Utang kepada
pihak lain, yaitu meliputi (1) utang, (2) pelanggan, (3) nota pembayaran yang
berhak, (4) pembayaran di muka dari pelanggan, (4) pembiayaan yang semestinya.
3.
Dana yang dikhususkan untuk kewajiban pembayaran yang belum
ditetapkan jumlahnya, yaitu meliputi (1) Cadangan dana pensiun, (2) dana yang
dikhususkan untuk pengganti, (3) dana yang dikhususkan untuk denda, (4) dana
yang dikhususkan untuk pajak.
Adapun hak
milik tidak dipotongkan kepada harta zakat, karena ia bukan kewajiban yang
kontan. Hak milik tersebut terdiri atas:
a.
Modal.
b.
Cadangan modal.
c.
Laba yang tidak ragukan.
d.
Laba periode berjalan.
d.
Nishab
dan kadar zakat (harga zakat) aktivitas industry
Nishab zakat aktivitas industri senilai 85 gram
emas murni 24 karat dan dihargai sesuai harga pasar pada waktu pembayaran
zakat. Adapun kadar zakat (harga zakat) aktivitas industri adalah 2,5%
menggunakan dasar haul kalender Hijriyah.
BAB III
PENUTUP
A KESIMPULAN
Bahwa Dalam kamus bahasa Indonesia industri
adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan
peralatan, misalnya dengan mesin. Yakni, proses pengolahan bahan baku dan yang
sejenisnya menjadi produk atau menjadi jasa yang mempunyai manfaat dan nilai
tambah.
Zakat industri diqiyaskan kepada zakat
perdagangan dengan harta pokok tetap tidak tunduk kepada zakat. Zakat hanya
wajib pada harta yang beredar, yang mana harta tersebut ditentukan dan
dihargai, kemudian dipotong tanggungan kontan dan jangka pendek. Selisih antara
keduanya adalah tempat zakat yang dizakati sebesar 2,5%.
Nishab zakat aktivitas industri senilai 85 gram
emas murni 24 karat dan dihargai sesuai harga pasar pada waktu pembayaran
zakat. Adapun kadar zakat (harga zakat) aktivitas industri adalah 2,5%.
DAFTAR PUSTAKA
Mufraini, Arif, Akuntansi dan
Manajemen Zakat, Jakarta: Kencana, 2006
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah,
Jakarta:Pena Pundi Aksara,2008
Qardawi,Yusuf, Hukum Zakat, Jakarta:
PT Pustaka Litera antarNusa, 2007
No comments:
Post a Comment